BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Dewasa ini kegiatan ekonomi yang
berbasis syariah mengalami perkembangan yang cukup besar. Dan hal ini
menunjukan bahwa ekonomi syariah memberikan kontribusi yang baik terhadap
masyarakat bukan hanya dengan nilai-nilai ilmu umum saja, akan tetapi
berdasarkan firman Allah swt dan hadist Rasululah. Yang mana digunkan sebagai
pedman dalam menjalan aktivitas ekonomi.
Perkembangan ekonomi syariah bukan
hanya muncul dalam kegiatan bermuamalahnya, akan tetapi perkembangan tersebut
diterapkan pula dalan suatu kelembagaan baik milik Negara ataupun swasta.
Seperti perbankan syariah yang saat ini berkembang cukup luas.Dan kelembagaan
pasar modal atau bursa efek. Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan
menyediakan system untuk mempertemukan pebawaran jual dan beli efek pihak-pihak
lain.
Dan bursa efek itu terdiri dari
surat-surat berharga, saham, obligasi, dan surat lainnya. Dan dari bursa efek
itu sendiri menerapan prinsip syariah seperti salah satunya adaah obkigasi
syariah, dimana obligasi syariah ini merupakan surat berharga yang mana
aplikasinya berdasarkan alquran dan assunah. Dan untuk lebih memahami perlu
mengkaji secara ilmiah mengnai obligasi syariah yang akan dijelaskan dalam bab
selanjutnya.
1.2.Rumusan masalah
A.
Apa
pengertian obligasi syariah?
B.
Apa
dasar hukum obligasi syariah?
C.
Bagaimana
struktur obligasi syariah?
D.
Apa
saja jenis-jenis obligasi syariah?
E.
Apa
saja emisi untuk menerbitkan obligasi syariah?
F.
Apa
kendala dan bagaimana strategi dalam mengembangkan obligasi syariah?
G.
Bagaimana
perkembangan obligasi syariah diindonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Obligasi Syariah
Obligasi atau bonds secara
konvensional adalah merupakan bukti utang dari emiten yang dijamin oleh
penanggung yang mengandung janji pembayaran
bunga atau janji lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan
pada tanggal jatuh tempo. Obligasi dalam konvensional merupakan instrument
utang bagi perusahaan yang hendak memperoleh modal.Dalam hal pendapatan bunga
yang diperoleh biasanya lebih tinggi dari pada bunga tabungan atau deposito.[1]
Umumnya bunga diterima sesuai dengan
klausul kontrak ada yang stiap 3 buan, 4 bulan dan ada yang setahun.Pemegang
obligasi mendapatkan hak untuk dilunasi terlebih dahulu apabila emiten
bangkrut.Disamping itu, investasi obligasi juga bisa mendapatkan capital again
bila saat menjual obligasi mendapatkan harga yang lebih tinggi daripada harga
pembeliannya. Capital again juga bisa diperoleh jika pemegang obligasi
mendapatkan diskon pada saat pembelian.[2]
Obligasi syariah berdasarkan Fatwa
Dewan Syariah Nasional No.32/DSN-MUI/IX/2002 adalah suata surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah yang di keluarkan emiten kepada pemegang
obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali
dana obligasi pada saat jatuh tempo. Dengan demikian pemegang obligasi syariah
akan mendapatkan keuntungan bukan dalam bentuk bunga melainkan dalam bentuk
bagi hasil.[3]
Sukuk pada prinsipnya mirip seperti
obligasi konvensional, dengan perbedaan pokok antara lain berupa konsep imbalan
dan bagi hasil sebagi pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying
transaction) berupa jumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan
sukuk. Dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun
berdasarkan prinsip-prinsip syariah.Selain itu, sukuk juga harus distruktur
secara syariah agar instrument keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar
dan maysyir.
Obligasi syariah yang juga dikenal
sebagi sukuk merupakan efek syariah yang berupa sertifikat atau bukti
kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak
terpisahkan atau tidak berbagi atas kepemilikan aset berwujud tertentu, nilai
manfaat dan jasa atas proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.[4]
Pertanyaan mendasar dapat diajukan:
kenapa harus obligasi syariah? Jawaban dari pertanyaan tersebut maka dilihat
dari beberapa presfektif:
1.
Presfektif
pasar modal
a.
Pengembangan
pasar modal islam secara lebih luas sebagai implikasi dari masterplan pada
modal yang direncanakan bapepam LK
b.
Pengembangan
instrument-instrumen syariah dipasar modal baik pasar primer maupun skunder
c.
Bentuk
pendanaan yang inovatif dan kompetitif sehingga semakin memperkaya pengembangan
produk yang ada dipasar modal
d.
Kebutuhan
alternative instrument investasi berdasarkan islam seiring berkembangnya
institusi-institusi keungan islam.
2.
Presfektif
emiten
a.
Mengembangkan
akses pendanaan untuk masuk kedalam institusi keungan nonkonvenssional
b.
Memperoleh
sumber pendanaan yang kompetitif
c.
Memperoleh
struktur pendanaan yang inovatif dan menguntungkan
d.
Memberikan
alternative investasi kepada masyarakat pasar modal
Berdasarkan
uraian diatas, maka dari sisi pasar modal, penerbitan obligasi islam muncul
sehubungannya dengan berkembangnya institusi-intitusi keuangan islam seperti asuransi
syariah, reksa dana syariah dan lainnya. Investor obligasi syariah tidaka hanya
dari institusi islam saja tetapi juga investor konvensional produk islam dapat
dinikmati dan digunakan siapa pun, sesuai falsafah islam yang sudah seharusnya
memberi manfaat atau nasihat kepada seluruh alam semesta.
B.
Dasar Hukum Obligasi Syariah
Dasar hukum obigasi berdarkan Firman
Allah swt dalam Alquran (Qs. Albaqoroh: 282 (2)) adalah
$yg•ƒr'¯»tƒšúïÏ%©!$#(#þqãZtB#uä#sŒÎ)LäêZtƒ#y‰s?Aûøïy‰Î/#’n<Î)9@y_r&‘wK|¡•Bçnqç7çFò2$$sù4
282.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa
menyewa dan sebagainya.
Tafsir ayat diatas
adalah bahwa apabila seseorang bertransaksi dengan salah satu pihak tidak
membayar kontan, maka kewajiban bagi yang berhutang untuk mencatatkan jumalah
nominal jumlah hutang yang dari transaksi bisnis tersebut.Pencatatan ini dapat
dilakukan langsung oleh yang bersangkutan atau oleh wali atau pengampunya bila
yang bertransaksi orang-orang yang lemah atau kurang akalnya.Penulisan hutang
dapat dilakukan sendiri atau dengan tangan sendiri atau dengan tangan sendiri
maupun melalui jasa penulis hutang yang ada ditempat transaksi tersebut.[5]
Dari ayat diatas
kaitannya dengan obligasi adalah bahwa obligasi syariah merupakan salah satu
dari kegiatan muamalah dalam bentuk surat utang, maka dengan adanya hal
tersebut obligasi syariah diperbolehkan. Dan telah ditatapkan bahwa penggunaan
cek dan surat-surat berharga diperbolehkan yang digunakan dikalangan orang yang
berdagang jika keuntungannya tidak termasuk kedalam kategori riba.[6]
Dasar lainnya yaitu Berdasarkan
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, “Obligasi Syariah adalah
suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan Emiten untuk
membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi
hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
C.
Struktur Obligasi Syariah
Obligasi sebagai bentuk pendanaan
atau financing dan sekaligus sebagai investasi memungkinkan beberapa bentuk
struktur yang dapat ditawarkan untuk tetap menghindarka riba. Berdasarkan
pengertian tersebut, obligasi islam dapat memberikan:
1.
Bagi hasil berdasarkan akad mudarabah/muqaradhah/qirad atau musyarakah.
Karena akad mudarabah/musyarakah adalah kerja sama dengan skema bagi hasil
pendapatan atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan retur dengan
penggunaan term indicative/expected return karena sifatnya yang floating dan
tergantung pada kinerja pendapatan yang dihasilkan.
2. Margin/fee berdasarkan akad
murabahah atau salam atau istisna sebagai pembentuk jual beli dengan skema cost
plus basis, obligasi jenis ini aka memberikan return.”.
D.
Jenis-jenis Obligasi Syariah
Obligasi syariah
dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, ijarah,
istisna, salam dan murabahah. Tetapi diantara prinsip-prinsip instrumen
obligasi tersebut yang paling banyak dipergunakan di Indonesia adalah obligasi
dengan insturmen prinsip mudharabah dan ijarah.[7]
1.
Obligasi
Syariah Mudharabah
Obligasi
syariah mudharabah sekarang ini telah memiliki pedoman khusus dengan
disahkannya Fatwa No: 33/DSN-MUI/ IX/2002. Disebutkan dalam fatwa tersebut,
bahwa obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang menggunakan akad
mudharabah. Selain telah mempunyai pedoman khusus, terdapat beberapa alasan
lain yang mendasari pemilihan struktur mudharabah, di antaranya adalah:
a) Obligasi syariah
mudharabah merupakan bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam
jumlah besar dan jangka waktu yang relatif panjang.
b) Obligasi syariah
mudharabah dapat digunakan untuk pendanaan umum (general financing), seperti
pendanaan modal kerja ataupun capital expenditure.
c) Mudharabah merupakan
percampuran kerjasama antara modal dan jasa (kegiatan usaha), sehingga membuat
strukturnya memungkinkan untuk tidak memerlukan jaminan (collateral) atas aset
yang spesifik. Hal ini berbeda dengan struktur yang menggunakan dasar akad jual
beli yang mensyaratkan jaminan atas aset yang didanai.
d) Kecenderungan regional
dan global, dari penggunaan struktur murabahah dan Bai bi-thaman Ajil menjadi
mudharabah dan ijarah.[8]
Adapun ketentuan atau mekanisme obligasi syariah mudharabah adalah
:
a)
Kontrak
atau akad mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.
b)
Rasio
atau presentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen
pendapatan (revenue sharing) atau keuntungan (profit sharing). Namun
berdasarkan fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 bahwa yang lebih maslahat adalah
penggunaan revenue sharing.
c)
Nisbah
bagi hasil dapat ditetapkan secara konstan, meningkat, ataupun menurun dengan
mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal
kontrak.[9]
d)
Pendapatan
bagi hasil merupakan jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan
oleh karenanya harus dibayarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah.
Bagi hasil yang dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi
syariah dengan pendapatan / keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya
tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten.
e)
Pembagian
hasil pendapatan atau keuntungan dapat dilakukan secara periodik (tahunan,
semesteran, kwartalan, maupun bulanan).
f)
Karena
besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten, maka
obligasi syariah memberikan indicative return tertentu.[10]
Produk obligasi mudharabah juga
dapat dikonversi menjadi saham setelah dalam jangka waktu tertentu dengan
persetujuan pemiliknya. Sehingga pemilik surat ini berubah menjadi musyarrik
muaqqat (mitra kerjasama kontemporer) bagi perusahaan.
Adapun ketentuan-ketentuan yang
berlaku berkaitan dengan konversi obligasi mudharabah menjadi saham adalah:
a)
Wajib
menjaga kaidah-kaidah yang ditetapkan untuk pertambahan modal sesuai dengan
undang-undang negara tempat perusahaan yang mengeluarkan obligasi.
b)
Wajib
menjaga keseimbangan keuangan dengan sumber-sumbernya, baik dari dalam maupun
dari luar.
c)
Tanggal
dan syarat-syarat konversi menjadi saham harus dijelaskan, serta jangka waktu
yang mana pemilik surat obligasi tersebut meminta untuk mengkonversikan ke
dalam saham.
d)
Wajib
menjelaskan kadar batas maksimal pengeluaran bagi saham yang baru jika ada.
e)
Penjelasan
tanggal pengembalian harga obligasi dalam kondisi tidak dikonversikan ke dalam
saham.[11]
2.
Obligasi
Ijarah
Obligasi Ijarah
adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah.Akad ijarah adalah suatu jenis
akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian atau menurut bahasa
berarti upah.[12]Artinya,
pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan
melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu
dengan membayar imbalan kepada pemilik objek.Ijarah mirip dengan leasing,
tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya
perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan.
Ketentuan akad ijarah sebagai berikut :
a)
Objeknya
dapat berupa barang maupun berupa jasa.
b)
Manfaat
dan nilai dari objek diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak.
c)
Ruang
lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
d)
Penyewa
harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan.
e)
Penyewa
harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga.
f)
Pemberi
sewa haruslah pemilik mutlak.[13]
Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
a)
Investor
dapat bertindak sebagai penyewa (musta’jir). Sedangkan emiten dapat bertindak
sebagai wakil investor. Dan property owner, dapat bertindak sebagai orang yang
menyewakan (mu’jir). Dengan demikian, ada dua kali transaksi dalam hal ini;
transaksi pertama terjadi antara investor dengan emiten, dimana investor
mewakilkan dirinya kepada emiten dengan akad wakalah, untuk melakukan transaksi
sewa menyewa dengan akad ijarah. Selanjutnya, transaksi terjadi antara emiten
(sebagai wakil investor) dengan property owner (sebagai orang yang menyewakan)
untuk melakukan transaksi sewa menyewa (ijarah).[14]
b)
Setelah
investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa
tersebut kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa menyewa tersebut, maka
diterbitkanlah surat berharga jangka panjang (Obligasi Syariah Ijarah), dimana
atas penerbitan obligasi tersebut, emiten wajib membayar pendapatan kepada
investor berupa fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
[15]
E.
Emisi Obligasi Syariah
Untuk menerbitkan Obligasi Syariah, ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi:
a.
Aktivitas
utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa DSN.
Fatwa tersebut antara lain menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang
bertentangan dengan syariah Islam di antaranya:
1.
Usaha
perjudian dan yang tergolong judi.
2.
Usaha
yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman
haram.
3.
Usaha
yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun
jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
b.
Peringkat
investment grade:
1.
Memiliki
fundamental usaha yang kuat.
2.
Memiliki
fundamental keuangan yang kuat.
3.
Memiliki
citra yang baik bagi publik.
c.
Keuntungan
tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Index (JII).[16]
Kenapa perusahaan yang akan
menerbitkan obligasi harus yang masuk kriteria investment grade, tidak lain
adalah untuk memenuhi prinsip syariah itu sendiri. Terlebih lagi obligasi
syariah yang ada di Indonesia ditetapkan dalam dua skema yaitu Obligasi Syariah
Mudharabah dan Obligasi Syariah Ijarah yang secara kasat mata merupakan
obligasi yang pendapatan dan pengembaliannya cukup pasti. Baik pendapatan
secara bagi hasil maupun sewa menyewa yang tertuang dalam obligasi ijarah.Atas
dasar itulah, untuk menerbitkan obligasi syariah harus ditandai dengan
tingginya hasil rating, alias masuk kriteria investment grade.
Masing-masing
perusahaan rating memiliki aturan main sendiri dalam menilai sebuah perusahaan
masuk kategori investment grade atau tidak. Boleh jadi bagi satu perusahaan
rating, dalam melakukan pemeringkatan atas perusahaan yang sama boleh jadi
hasilnya berbeda. Yang membedakan hasilnya sudah barang tentu adalah gaya kerja
mereka melakukan pemeringkatan. Tapi bagaimapun juga dengan hasil rating AAA
yang diperoleh sebuah perusahaan tentunya akan berbeda kemampuannya membayar
utang dengan perusahaan yang memperoleh rating dengan hasil rating CCC.
Untuk menjawab seperti apa obligasi
tersebut dikatakan sebagai instrumen surat utang yang layak investasi
(investment grade) ada baiknya kita melihat kriteria hasil rating yang
dikeluarkan oleh dua perusahaan peringkat utama dunia, yakni Standard & Poors
Corporatioan (S&P) dan Moody's Investor Servis (Moody’s). Obligasi dengan
rating Triple A atau Triple B adalah termasuk obligasi yang diizinkan secara
hukum untuk dipertahankan karena dianggap cukup kuat. Sedangkan yang berrating
Triple C hingga D dan Caa hingga C dianggap obligasi yang tidak layak
investasi.
F.
Kendala Dan Strategi Pengembangan Obligasi Syariah[17]
Obligasi syariah dinilai prospektif,
dari sisi pasar modal, penerbitan obligasi syariah muncul sehubungan dengan
berkembangnya institusi-institusi keuangan syariah, seperti asuransi syariah,
dana pensiun syariah, dan reksa dana syariah yang membutuhkan alternatif
penempatan investasi. Dari sisi investor obligasi syariah tidak hanya berasal
dari institusi-institusi syariah saja, tetapi juga investor konvensional.
Produk syariah dapat dinikmati dan
digunakan siapa pun, sesuai dengan falsafahnya yaitu memberi manfaat (maslahat)
kepada seluruh semesta alam. Investor konvensional akan tetap bisa
berpartisipasi dalam obligasi syariah, jika dipertimbangkan bisa memberi
keuntungan kompetitif, sesuai profil risikonya, dan juga likuid. Sementara
obligasi konvensional, investor base-nya justru terbatas karena investor
syariah tidak bisa ikut ambil bagian.Bagi emiten, menerbitkan obligasi syariah
berarti juga memanfaatkan peluang-peluang tertentu.Emiten dapat memperoleh
sumber pendanaan yang lebih luas, baik investor konvensional maupun
syariah.Selain itu, struktur obligasi syariah yang inovatif juga memberi
peluang untuk memperoleh biaya modal yang kompetitif dan menguntungkan.
Kendala yang harus dihadapi oleh
obligasi syariah untuk saat ini.[18]
1.
Sosialisasi
yang belum cukup, dengan kata lain bahwa masyarakat kita belum begitu terbiasa
dengan sistem bagi hasil maupun sistem syariah lainnya.
2.
Menyangkut
opportunity cost. Terdapat pembandingan atas pilihan yang ada. Ilustrasinya,
ketika obligasi syariah mudharabah ditawarkan, emiten membandingkannya dengan
suku bunga pinjaman, sementara investor (terutama investor konvensional)
membandingkan dengan yield obligasi konvensional. Karena sistem bagi hasil ini
tidak menawarkan "fixed-predetermined return", atau hasilnya bisa
berfluktuasi.
3.
Menyangkut
perdagangan obligasi syariah di pasar sekunder yang mengemuka kepentingannya
karena tujuan likuiditas (as-suyulah). Hampir semua Islamic bonds dibeli untuk
investasi jangka panjang, sampai jatuh tempo. Lebih banyaknya investor yang buy
and hold akan membuat pasar sekundernya kurang likuid. Hal ini terjadi pada
Obligasi Syariah Mudharabah Indosat.
4.
Keterbatasan
regulasi. misalnya belum ada peraturan yang memadai sebagai dasar kepastian
hukum untuk obligasi syariah.
Untuk menjawab tantangan itu ada
beberapa strategis, antara lain:
1.
Kemauan
dan keberanian kebijakan yang lebih mendukung pengembangan instrumen ini.
Seperti melengkapi regulasi untuk memberi kepastian hukum dan sosialisasinya
pada masyarakat yang lebih efektif.
2.
Dalam
hal aspek perpajakan dibutuhkan kebijakan yang jelas dan mendukung, dan juga
insentif yang memadai. Securities Commision Malaysia misalnya, memberikan insentif
pajak yang menarik untuk penerbitan obligasi syariah. Dimana, biaya yang
dikeluarkan terkait emisi obligasi syariah menjadi pengurang pajak. Begitu juga
dengan pendapatan dari obligasi syariah bebas pajak. Belum lagi pembayaran
zakat untuk obligasi syariah juga dihitung sebagai pengurang pajak.
3.
Berikutnya,
dukungan berbagai kalangan sangat dibutuhkan dalam pengembangan dan inovasi
struktur investasi syariah yang lebih beragam.
4.
Usaha
untuk meningkatkan profesionalitas, kualitas dan kapabilitas untuk meningkatkan
kepercayaan mayarakat. Sebab suksesnya sebuah pasar dan instrumen keuangan,
baik syariah maupun lainnya, akan tergantung pada faktor kepercayaan atas
sistem dan proses, keragaman dan kualitas produk, serta keyakinan investor dan
emiten untuk menggunakan produk keuangan tersebut.
G.
Perkembangan
Obligasi Syariah
Diindonesia obligasi syariah dipelopori
oleh indosat dengen menerbitkan obligasi syariah mudharabah sebesar 100 miliyar
tahun 2002.Obligasi ini mengalami oversubribed dua kali lipat, sehingga indosat
menambah jumlah obligasi yang ditawarkan menjadi 175 miliyar.Lalu langkah ini
diikuti oleh bank syariah mandiri senilai 200 miliyar.
Diikuti
pula oleh PT berlian laju tanker yang menerbitkan obligasi syariah dengan emisi
senilai 175 miliyar.PT Bank Muamalat Indonesia emisi dengan nilai 6o
miliyar.Namun, perkembangan obligasi syariah belum memicu pemerintah unruk
segera menerbitkan sukuk.Sampai saat ini pengkaiannya masih sangat minim oleh
departemen keuangan.Hal ini perlu diterapkan adanya prinsip kehati-hatian dan
tidak sekedar ikut-ikutan saja.Disisi lain ob;igasi syariah muncul sehubungan
dengan berkembangnya institusi perbankkan syariah, dan lembaga keuanagn lainnya
yang berbasis syariah.[19]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulanya
1. Pengertian Obligasi Syariah,
obligasi syariah berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.32/DSN-MUI/IX/2002
adalah suata surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang di
keluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk
membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
2. Dasar Hukum Obligasi Syariah,
Firman Allah swt dalam Alquran (Qs. Albaqoroh: 282 (2)) adalah yang artinya “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
3. Dari ayat diatas kaitannya dengan
obligasi adalah bahwa obligasi syariah merupakan salah satu dari kegiatan muamalah
dalam bentuk surat utang, maka dengan adanya hal tersebut obligasi syariah
diperbolehkan.
4. Struktur Obligasi Syariah, yaitu
Bagi hasil berdasarkan akad mudarabah atau musyarakah ini merupakan akad kerja
sama dan Margin/fee berdasarkan akad murabahah atau salam atau istisna sebagai
pembentuk jual beli.
5.
Jenis-jenis Obligasi Syariah, yaitu Obligasi
Syariah Mudharabah dengan disahkannya Fatwa No: 33/DSN-MUI/ IX/2002. Disebutkan
dalam fatwa tersebut, bahwa obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah
yang menggunakan akad mudharabah dan Obligasi Ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad
ijarah. Akad ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan
jalan penggantian atau menurut bahasa berarti upah.
6. Emisi Obligasi Syariah ,Untuk menerbitkan
Obligasi Syariah, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, Aktivitas utama
(core business) yang halal, Peringkat investment grade dan Keuntungan tambahan
jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Index (JII).
7. Kendala Dan Strategi Pengembangan
Obligasi Syariah, Kendala yang harus dihadapi oleh obligasi syariah untuk saat
ini, Sosialisasi yang belum cukup, Menyangkut opportunity cost, Menyangkut
perdagangan obligasi syariah di pasar sekunder yang mengemuka kepentingannya
karena tujuan likuiditas, Keterbatasan regulasi. Untuk menjawab tantangan itu
ada beberapa strategis, antara lain Kemauan dan keberanian kebijakan yang lebih
mendukung pengembangan instrumen ini, dalam hal aspek perpajakan dibutuhkan
kebijakan yang jelas dan mendukung, dan juga insentif yang memadai,dan Usaha
untuk meningkatkan profesionalitas, kualitas dan kapabilitas untuk meningkatkan
kepercayaan mayarakat
8. Perkembangan Obligasi Syariah,
Diindonesia obligasi syariah dipelopori oleh indosat dengen menerbitkan
obligasi syariah mudharabah sebesar 100 miliyar tahun 2002. Namun perkembangan
obligasi syariah belum memicu pemerintah unruk segera menerbitkan sukuk. Sampai
saat ini pengkaiannya masih sangat minim oleh departemen keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Sura’I Abdul Hadi. 1993. Bunga
Bank Dalam Islam. Surabaya: Al-ikhlas. Nurul
Hilal.Syamsul.TAFSIR AYAT-AYAT
EKONOMI. Hal 70
Huda dan Haikal. 2010. Lembaga
keuangan Islam tinjauan teory dan praktis. Jakarta: Kencana
Soemitra.Somantri. 2009. Bank
& Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
Sudarsono.Heri. 2007. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah Edisi 2.
Yogyakarta: Ekonisia
Suhendi.suhendi 2010. Fiqih Muamalah. Jakarta: Rajawali
Pers. Edisi keenam.
Briliyan Rahmat. Obligasi syariah http://hendrakholid.net/blog/2009/05/12/obligasi-syariah/.
(20 Maret 2010)
Mujiatun Ridawati. Perkembangan Obligasi Syariah. http://ridaingz.
wordpress.com akses 19 Juli 2012.
LAMPIRAN
Hasil Diskusi sebagai berikut
1.
Vita
Fitriani
Pertanyaan: Bagaimana system obligasi dengan perdangan obligasi
dengan diskon?
Jawaban : system obligasi dengan menggunakan diskon adalah
memberikan potongan kepada setiap pengguna surat-surat utang. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan menarik para konsumen untuk membeli obligasi syariah.
2.
Mayana
sastra
Pertanyaan : bagaimana kegiatan obligasi syariah dengan system
mudarabah, jelaskan?
Jawaban : system obligasi dengan mudorobah yaitu dengan system bagi
hasil pada saat memperoleh keuntungan. Dalam menjalankan harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam fatwa yang telah ditetapkan oleh Dewan
Syariah Nasional.
3.
Adi
Nursasi
Pertanyaan : apa berbedaannya dengan bligasi konvensional?
Jawaban : perbedaan yang rill antara syariah dan konvensional
adalah dasar hukum yang digunakan, dimana dalam system syriah dilarang untuk
menggunakan bunga karna didalamnya mengandung unsur ribawi.
[1]Andri Soemitra,
M. A. 2009. Bank & Lembaga Keuangan Syariah.Jakarta: Kencana. Hal
140
[3]Ibid
[5]Syamsul Hilal. TAFSIR
AYAT-AYAT EKONOMI.Hal 70
[6]Abu Sura’I
Abdul Hadi. 1993. Bunga Bank Dalam Islam. Surabaya: Al-ikhlas.
[7]Nurul Huda dan
Muhammad Haikal. 2010. Lembaga keuangan Islam tinjauan teory dan praktis. Jakarta:
Kencana, hal 245
[8]Ibid
[10]Ibid
[11]Ibid
[12]Hendi Suhendi.
2010. Fiqih Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers. Edisi keenam, hal 113
[13] Briliyan
Rahmat, dkk. Obligasi syariah dalam http://hendrakholid.net/blog/2009/05/12/obligasi-syariah/.(20 Maret 2010)
[14]Ibid
[15] Ibid
[16] Andri
Soemitra. Op. Cit hlm 143
[17] Heri
Sudarsono, 2007. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah Edisi 2. Yogyakarta:
Ekonisia. Hlm 228
[18]Ibid.
[19] Mujiatun
Ridawati. Perkembangan Obligasi Syariah. http://ridaingz. wordpress.com
akses 19 Juli 2012.
y497p6uhekp247 sex chair,wolf dildo,huge dildos,wholesale sex toys,male masturbators,g-spot dildos,dog dildo,dog dildo,male sex toys n165a1isdss562
BalasHapus