Rabu, 13 November 2013

akad dan wa'ad


BAB I
PENDAHULUAN
       I.            Latar Belakang
Dalam konteks masalah muamalah berkaitan dengan berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari. Cangkupan hukum muamalat sangat luas dan bervariasi, baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat umum, seperti perkawinan, kontrak atau perikatan, hukum pidana, peradilan dan sebagainya. Pembahasan muamalah terutama dalam masalah ekonomi tentunya akan sering kali ditemui sebuah perjanjian atau akad. Akad merupkan peristiwa hukum antara dua pihak yang berisi ijab dan kabul, secara sah menurut syara dan menimbulkan akibat hukum. Jika kita kaitkan dengan sebuah desain kontrak maka kita akan mencoba mengkaitkan dengan Lembaga Keuangan dikarenakan akad merupakan dasar sebuah instrumen dalam  lembaga tersebut, terutama di Lembaga Keungan Syariah Akad  menjadi hal yang terpenting hal ini terkait dengan boleh atau tidaknya sesuatu dilakukan di dalam islam. Pada kesempatan ini akan membahas akad-akad yang di gunakan di Lembaga Keungan Syariah  yang telah sering dipergunakan dalam kehiduapan sehari-hari terlebih berkembanganya ekonomi islam. Akad yang ada dalam LKS ada yang merupakan dana kebajikan (tabarru’) dan ada juga akad yang dijadikan dasar sebuah instrumen untuk transakasi yang tujuannya memperoleh keuntungan (tijarah). Tentunya ini adalah hal yang berbeda dan pastilah dalam akad itu ada beberapa penjabaran dan penjelasan bagaiman akad itu seharusnya bisa dilakukan. Dalam makalah ini akan dibahas pengklasifikasian dari berbagai akad  yang digunakan dalam lembaga keuangan  syariah.

    II.            Rumusan Masalah
1.      Apakah Pengertian dari Akad ?
2.      Apakah dasar hukum dari transaksi ?
3.      Apa saja asas transaksi dalam hukum islam ?
4.      Apa saja jenis-jenis transaksi ?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian  Akad dan Wa’ad
Akad dan Wa’ad dalam konteks fiqih muamalah merupakan hal yang berbeda meskipun keduanya hampir sama yang merupakan bentuk perjanjian. Akad merupakan suatu kesepakatan bersama antara kedua belah pihak atau lebih baik secara lisan, isyarat, maupun tulisan yang memiliki implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya. Sedangkan Wa’ad adalah janji antara satu pihak kepada pihak lainnya, pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya.Dalam Wa’ad bentuk dan kondisinya belum ditetapkan secara rinci dan spesifik.Bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral.Hal ini berbeda dengan akad yang mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat yaitu pihak-pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu.Dalam akad, bentuk dan kondisinya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik.Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad.[1]
B.      Asas – Asas transaksi
Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut:
  1. Perniagaan atas barang-barang yang haram,
  2. Bunga (رباriba),
  3. Perjudian dan spekulasi yang disengaja (ميسرmaisir), serta
  4. Ketidakjelasan dan manipulatif (غررgharar).

Transaksi syariah berdasarkan pada prinsip:
1. Persaudaraan (ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh mendapatkan keuntungan di atas kerugian oranglain. Prinsip ini didasarkan atas prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saaling menjamin (takaful), saling besinergi dan saling berafiliasi (tahaluf).

2. Keadilan (‘adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan sesuai dengan realitas prinsip ini dalam bingkai aturan muamalah adalah melarang adannya unsur:
  • Riba/bunga dalam segala bentuk dan jenis, baik riba nasiah atau fadhl, Riba sendiri diterjemahkan sebagai tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi barang, termasuk penukaran yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai.
  • Kezaliman, baik terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan. Kezaliman diterjemahkan memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponnya mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai tempatnnya/posisinya.
  • Maisir/ judi atau bersikap spekulatif dan tidak berhubungan dengan produktivitasnnya.
  • Ghahar/unsur ketidakjelasan, manipulsidan eksploitasi informasi serta tidak adannya kepastian pelaksanaan akad, seperti: ketidakpastian penyerahan objek aqad, atau eksploitasi karena salah satu pihak tidak mengerti isi perjanjian.
  • Haram/segala unsur yang dilarang tegas dalam Al-qur’an dan As-sunah, baik dalam barang/jasa ataupun aktivitas operasional terkait.
3. Kemaslahatan (maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, meterial dan spiritual, serta individual dan kelektif. Kemaslahatan harus memenuhi dua unsur yaitu: halal (patuh terhadap ketentuan syariah) dan thayib (membawa kebaikan dan bermanfaat).
4. Keseimbangan (tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara aspek privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor rill, antara bisnis dan sosial serta antara aspek pemanfaatan serta pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya memperhatikan kepentingan pemilik semata tetapi memperhatikan kepentingan semua pihak sehingga dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi tersebut.
5. Universalisme (syumuliah), dimana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan dan untuk semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan li alamin).[2]
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional adalah sebagai berikut:
Bank Islam
  • Melakukan hanya investasi yang halal menurut hukum Islam
  • Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa
  • Berorientasi keuntungan dan falah (kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)
  • Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
  • Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai fatwa Dewan Pengawas Syariah
Bank Konvensional
  • Melakukan investasi baik yang halal atau haram menurut hukum Islam
  • Memakai perangkat suku bunga
  • Berorientasi keuntungan
  • Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kreditur-debitur
  • Penghimpunan dan penyaluran dana tidak diatur oleh dewan sejenis
Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine on Banking and Insurance(1980) berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah bertujuan membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan keadilan yang sesuai dengan syariah dalam sistem ekonominya.
C.     Macam – Macam Akad
1.      Akad Tabarru
Tabarru ' berasal dari kata birr dalam bahasa arab, yang artinya kebaikan.Tabarru' adalah perjanjian yang tujuannya adalah untuk kebaikan, jadi sifatnya hanya tolong-menolong dan bukan untuk mencari keuntungan.Kalaupun ada biaya sifatnya hanya untuk mengganti biaya yang timbul dari pelaksanaan perjanjian tersebut.misalnya biaya transportasi atau biaya cetak dan sebagainya. Dalam tolong menolong dapat kita lakukan dengan cara meminjamkan sesuatu, memberikan sesuatu atau yang sifatnya berupa jasa.[3]


o   Qardh
Menurut Syafi'i Antonio, Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan.
ƨB#sŒÏ%©!$#ÞÚ̍ø)ラ!$#$·Êös%$YZ|¡ym¼çmxÿÏ軟Òãsù¼çms9ÿ¼ã&s!ur֍ô_r&ÒOƒÌx.ÇÊÊÈ
Artinya : Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak.(QS. Al-Hadid : 11)
o   Wadiah
Menurut Syafi'i Antonio, Al-Wadi'ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja sipenitip menghendaki. Menurut Sofiniyah Ghufron (2005), Wadi'ah adalah akad penitipan barang atau jasa antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut.
¨bÎ)Îûy7Ï9ºsŒZptƒUytûüÏZÏB÷sßJù=Ïj9ÇÐÐÈ
Artiya : Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.(Al-Baqarah:283)
a)      Wadi'ah Yad Al-Amanah
Akad Wadiah dimana barang yang dititipkan tidak dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan dan penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan selama si penerima titipan tidak lalai.
b)      Wadi'ah Yad Ad-Dhamanah
Akad Wadiah dimana barang atau uang yang dititipkan dapat dipergunakan oleh penerima titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang.dari hasil penggunaan barang atau uang ini si pemilik dapat diberikan kelebihan keuntungan dalam bentuk bonus dimana pemberiannya tidak mengikat dan tidak diperjanjikan.
o   Wakalah
Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
tA$s%ÓÍ_ù=yèô_$#4n?tãÈûÉî!#tyzÇÚöF{$#(ÎoTÎ)îáŠÏÿymÒOŠÎ=tæÇÎÎÈ
Artinya : Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".(Yusuf:55)
Akad ini digunakan sebagai penunjang akad-akad Tijarah dalam Perbankan yang akan kita bahas dalam produk-produk perbankan.[4]
o   Kafalah
Menurut Bank Indonesia (1999), Kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan.
(#qä9$s%ßÉ)øÿtRtí#uqß¹Å7Î=yJø9$#`yJÏ9uruä!%y`¾ÏmÎ/ã@÷H¿q9ŽÏèt/O$tRr&ur¾ÏmÎ/ÒOŠÏãyÇÐËÈ
Artinya : Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya". (yusuf:72)


o   Rahn[5]
Akad Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
*bÎ)uróOçFZä.4n?tã9xÿyöNs9ur(#rßÉfs?$Y6Ï?%x.Ö`»yd̍sù×p|Êqç7ø)¨B(÷bÎ*sùz`ÏBr&Nä3àÒ÷èt/$VÒ÷èt/ÏjŠxsãù=sùÏ%©!$#z`ÏJè?øt$#¼çmtFuZ»tBr&È,­Guø9ur©!$#¼çm­/u3Ÿwur(#qßJçGõ3s?noy»yg¤±9$#4`tBur$ygôJçGò6tƒÿ¼çm¯RÎ*sùÖNÏO#uä¼çmç6ù=s%3ª!$#ur$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?ÒOŠÎ=tæÇËÑÌÈ
Artinya : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
o   Hibah
Hibah merupakan pemberian sesuatu kepada orang lain dengan sukarela.
o   Waqf
Waqf merupakan pemberian sesuatu dimana penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama.
2.      Akad Tijarah
Berbeda dengan Tabararru', Akad Tijarah merupakan akad yang tujuannya adalah untuk mencari keuntungan.
ü  Natural Certainty Contracts
Naturan Certainty Contract adalah kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amout) maupun waktu (Timing)-nya. (Adiwarman Karim, 2003)
1)      Murabahah
Murabahan merupakan akad jual-beli dimana Menurut Fatwa DSN-MUI no: 04/DSN-MUI/IV/2000 penjual menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
2)      Salam
Akad salam menurut Fatwa DSN-MUI no: 05/DSN-MUI/IV/2000 adalah akan jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
3)      Istishna
Akad Istishna menurut Fatwa DSN-MUI no: 06/DSN-MUI/IV/2000 adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli, Mustashni') dan penjual (Pembuat, shani')
4)      Ijarah
Menurut fatwa DSN-MUI no: 09/DSN-MUI/IV/2000 akad Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.Jika dalam pelaksanaannya kepemilikan barang menjadi pihak penyewa maka akad ini di sebut Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT).fatwa DSN-MUI no: 27/DSN-MUI/III/2002.
ü  Natural Uncertainty Contracts
Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-Nya. (Adiwarman Karim, 2003)

1.      Musyarakah
Menurut Syafi'i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
a)      Mufawadhah
Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang sama. keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama.

b)       Inan
Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang tidak sama jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan sdan kerugian ditanggung sebesar porsi modal.
c)      Wujuh
Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya memberikan porsi berupa reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang memberikan dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang memberikan reputasi akan mengalami kerugian secara reputasi.
d)      Abdan
kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama menggabungkan keahlian yang dimilikinya.Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama.dengan akad ini maka pihak yang bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika mengalami kerugian.
e)      Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan dana sebesar 100 persen dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi investasi.
·         Mudharabah Mutlaqah : Mudharabah Mutlaqah merupakan akan mudharabah dimana dana yang diinvestasikan bebas untuk digunakan dalam usaha oleh pihak lainnya.
·         Mudharabah Muqayadah : Berbeda dengan Mudharabah Muqayadah, dana yang diinvestasikan digunakan dalam usaha yang sudah ditentukan oleh pemberi dana.
f)        Muzara'ah : Akad Syirkah dibidang pertanian yang digunakan untuk pertanian tanaman setahun
g)      Musaqah : Akad Syirkah di bidang pertanian dimana digunakan untuk pertanian tanaman tahunan.
h)      Mukharabah : Akad Muzara'ah dimana bibitnya berasal dari pemilik tanah.
Bagan Akad-Akad Bank Syariah[6]




BAB III
KESIMPULAN
           
Dari pembahasan diatas dapat ambil kesimpulan bahwa akad  merupakan perjanjian antara kedua belah pihak dimana masing-masing menyetujui dari apayang telah disepakati bersama. Didalam akad terdapat transaksi perbankan syariah seperti murabahah, mudharabah, musyarakah, wadiah, rahn, salam, istishna, ijarah, qardh, kafalah, wakalah, dan hiwalah.
Ada perbedaan mengenai akad bank islam dan konvensioanal. Dimana bank islam akad-akadnya berdasarkan al-Qur’an dan hadits dan transaksi yang dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak dan mrencanakan bagi hasil. Sedangkan konvensional transaksi sudah di tetapkan dan menggunakan bunga ketika transaksi seperti pinjaman dan sebagainya.
Dalam transanksi bank syariah dilarang ada usur-unsur yang diharamkan dalam islam seperti; grahar, maisir, riba, monopoli dan lain-lain.













DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. “Bank Syariah Dari Teori ke Praktik”, Jakarta. Gema Insani.
 Karim, Adi Warman A. 2004. “Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan” Edisi ke tiga. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persda.
http://akuntansi-dalam-islam.blogspot.com/2012/09/asas-transaksi-syariah.html
Ghufron, Sofiniyah.  2005. “Konsep dan Implementasi Bank Syariah”.Erlangga
Kasmir, S.E. M.M. 2011.” Bank dan Lembaga Keuangan Lainya”. Jakarta: Rajawali Pers. 2011.
23 Agustus 2010, 13 Ramadhan 1431 Hhttp://ketikajadeni.com/index.php/perbankan-syariah/akad-akad-perbankan-syariah




[1]Kasmir, S.E. M.M. 2011.” Bank dan Lembaga Keuangan Lainya”. Jakarta: Rajawali Pers. 2011.
[2] http://akuntansi-dalam-islam.blogspot.com/2012/09/asas-transaksi-syariah.html
[3] Muhammad Syafi’i Antonio, 2000. Bank syariah dari teori ke praktek, jakarta.hlm 66

[4]Fatwa Dewan Syariah Nasional no.10/DSN_MUI/IV/2000 .Lihat dalam hipunan  Fatwa Dewan
Syariah Nasional Untuk Lembaga Keuangan Syari’ah. Edisi Pertama, 2000, DSN_MUI, BI.hlm 55

[5]Muhammad Syafi’i Antonio. 2001. “Bank Syariah Dari Teori ke Praktik”, Jakarta. Gema Insani. Hlm 118

[6] Muhammad Syafi’i Antonio, 2000. Bank syariah dari teori ke praktek, jakarta.hlm 70

Tidak ada komentar:

Posting Komentar