PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Dalam konteks masalah muamalah
berkaitan dengan berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari. Cangkupan hukum
muamalat sangat luas dan bervariasi, baik yang bersifat perorangan maupun yang
bersifat umum, seperti perkawinan, kontrak atau perikatan, hukum pidana,
peradilan dan sebagainya. Pembahasan muamalah terutama dalam masalah ekonomi
tentunya akan sering kali ditemui sebuah perjanjian atau akad. Akad merupkan
peristiwa hukum antara dua pihak yang berisi ijab dan kabul, secara sah menurut
syara dan menimbulkan akibat hukum. Jika kita kaitkan dengan sebuah desain
kontrak maka kita akan mencoba mengkaitkan dengan Lembaga Keuangan dikarenakan
akad merupakan dasar sebuah instrumen dalam lembaga tersebut, terutama di
Lembaga Keungan Syariah Akad menjadi hal yang terpenting hal ini terkait
dengan boleh atau tidaknya sesuatu dilakukan di dalam islam. Pada kesempatan
ini akan membahas akad-akad yang di gunakan di Lembaga Keungan Syariah
yang telah sering dipergunakan dalam kehiduapan sehari-hari terlebih
berkembanganya ekonomi islam. Akad yang ada dalam LKS ada yang merupakan dana
kebajikan (tabarru’) dan ada juga akad yang dijadikan dasar sebuah instrumen
untuk transakasi yang tujuannya memperoleh keuntungan (tijarah). Tentunya ini
adalah hal yang berbeda dan pastilah dalam akad itu ada beberapa penjabaran dan
penjelasan bagaiman akad itu seharusnya bisa dilakukan. Dalam makalah ini akan
dibahas pengklasifikasian dari berbagai akad yang digunakan dalam lembaga
keuangan syariah.
II.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
Pengertian dari Akad ?
2.
Apakah
dasar hukum dari transaksi ?
3.
Apa
saja asas transaksi dalam hukum islam ?
4.
Apa
saja jenis-jenis transaksi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Akad dan Wa’ad
Akad dan Wa’ad dalam konteks fiqih
muamalah merupakan hal yang berbeda meskipun keduanya hampir sama yang
merupakan bentuk perjanjian. Akad merupakan suatu kesepakatan bersama antara
kedua belah pihak atau lebih baik secara lisan, isyarat, maupun tulisan yang
memiliki implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya. Sedangkan Wa’ad
adalah janji antara satu pihak kepada pihak lainnya, pihak yang diberi janji
tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya.Dalam Wa’ad bentuk dan
kondisinya belum ditetapkan secara rinci dan spesifik.Bila pihak yang berjanji
tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan
sanksi moral.Hal ini berbeda dengan akad yang mengikat kedua belah pihak yang
saling bersepakat yaitu pihak-pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka
masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu.Dalam akad, bentuk dan
kondisinya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik.Bila salah satu atau
kedua pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya,
maka ia/mereka menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad.[1]
B.
Asas – Asas transaksi
Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama
seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan
keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum
Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam
transaksi-transaksi perbankan tersebut:
- Perniagaan atas barang-barang yang haram,
- Bunga (رباriba),
- Perjudian dan spekulasi yang disengaja (ميسرmaisir), serta
- Ketidakjelasan dan manipulatif (غررgharar).
Transaksi syariah berdasarkan pada prinsip:
1. Persaudaraan (ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung
tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak
boleh mendapatkan keuntungan di atas kerugian oranglain. Prinsip ini didasarkan
atas prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling
menolong (ta’awun), saaling menjamin (takaful), saling besinergi dan saling
berafiliasi (tahaluf).
2. Keadilan (‘adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada
yang berhak dan sesuai dengan realitas prinsip ini dalam bingkai aturan
muamalah adalah melarang adannya unsur:
- Riba/bunga dalam segala bentuk dan jenis, baik riba nasiah atau fadhl, Riba sendiri diterjemahkan sebagai tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi barang, termasuk penukaran yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai.
- Kezaliman, baik terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan. Kezaliman diterjemahkan memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponnya mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai tempatnnya/posisinya.
- Maisir/ judi atau bersikap spekulatif dan tidak berhubungan dengan produktivitasnnya.
- Ghahar/unsur ketidakjelasan, manipulsidan eksploitasi informasi serta tidak adannya kepastian pelaksanaan akad, seperti: ketidakpastian penyerahan objek aqad, atau eksploitasi karena salah satu pihak tidak mengerti isi perjanjian.
- Haram/segala unsur yang dilarang tegas dalam Al-qur’an dan As-sunah, baik dalam barang/jasa ataupun aktivitas operasional terkait.
3. Kemaslahatan (maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang
berdimensi duniawi dan ukhrawi, meterial dan spiritual, serta individual dan
kelektif. Kemaslahatan harus memenuhi dua unsur yaitu: halal (patuh terhadap
ketentuan syariah) dan thayib (membawa kebaikan dan bermanfaat).
4. Keseimbangan (tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek material dan
spiritual, antara aspek privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor
rill, antara bisnis dan sosial serta antara aspek pemanfaatan serta
pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya memperhatikan kepentingan pemilik
semata tetapi memperhatikan kepentingan semua pihak sehingga dapat merasakan
manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi tersebut.
5. Universalisme (syumuliah), dimana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan
dan untuk semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras,
dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan li alamin).[2]
Perbandingan
antara bank syariah dan bank konvensional adalah sebagai berikut:
Bank Islam
|
Bank Konvensional
|
Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine on Banking and Insurance(1980)
berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah bertujuan membawa kemaslahatan bagi
nasabah, karena menjanjikan keadilan yang sesuai dengan syariah dalam sistem ekonominya.
C. Macam – Macam Akad
1. Akad Tabarru
Tabarru
' berasal dari kata birr dalam bahasa arab, yang artinya kebaikan.Tabarru' adalah
perjanjian yang tujuannya adalah untuk kebaikan, jadi sifatnya hanya
tolong-menolong dan bukan untuk mencari keuntungan.Kalaupun ada biaya sifatnya
hanya untuk mengganti biaya yang timbul dari pelaksanaan perjanjian
tersebut.misalnya biaya transportasi atau biaya cetak dan sebagainya. Dalam
tolong menolong dapat kita lakukan dengan cara meminjamkan sesuatu, memberikan
sesuatu atau yang sifatnya berupa jasa.[3]
o
Qardh
Menurut Syafi'i Antonio, Qardh
adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan.
ƨB#sŒ“Ï%©!$#ÞÚÌø)ラ!$#$·Êös%$YZ|¡ym¼çmxÿÏ軟Òã‹sù¼çms9ÿ¼ã&s!urÖô_r&ÒOƒÌx.ÇÊÊÈ
Artinya
: Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah
akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh
pahala yang banyak.(QS.
Al-Hadid : 11)
o
Wadiah
Menurut Syafi'i Antonio, Al-Wadi'ah
dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja
sipenitip menghendaki. Menurut Sofiniyah Ghufron (2005), Wadi'ah adalah akad
penitipan barang atau jasa antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan
pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan, keamanan,
serta keutuhan barang atau uang tersebut.
¨bÎ)’Îûy7Ï9ºsŒZptƒUytûüÏZÏB÷sßJù=Ïj9ÇÐÐÈ
Artiya
: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.(Al-Baqarah:283)
a) Wadi'ah Yad Al-Amanah
Akad Wadiah dimana barang yang
dititipkan tidak dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan dan penerima titipan
tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan selama si
penerima titipan tidak lalai.
b) Wadi'ah Yad Ad-Dhamanah
Akad
Wadiah dimana barang atau uang yang dititipkan dapat dipergunakan oleh penerima
titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang.dari hasil penggunaan barang atau
uang ini si pemilik dapat diberikan kelebihan keuntungan dalam bentuk bonus
dimana pemberiannya tidak mengikat dan tidak diperjanjikan.
o
Wakalah
Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan
oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
tA$s%ÓÍ_ù=yèô_$#4’n?tãÈûÉî!#t“yzÇÚö‘F{$#(’ÎoTÎ)îáŠÏÿymÒOŠÎ=tæÇÎÎÈ
Artinya
: Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya
aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".(Yusuf:55)
Akad ini digunakan sebagai penunjang
akad-akad Tijarah dalam Perbankan yang akan kita bahas dalam produk-produk
perbankan.[4]
o
Kafalah
Menurut Bank Indonesia (1999),
Kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak
lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu
hutang yang menjadi hak penerima jaminan.
(#qä9$s%߉É)øÿtRtí#uqß¹Å7Î=yJø9$#`yJÏ9uruä!%y`¾ÏmÎ/ã@÷H¿q9ŽÏèt/O$tRr&ur¾ÏmÎ/ÒOŠÏãy—ÇÐËÈ
Artinya
: Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang
dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan
aku menjamin terhadapnya". (yusuf:72)
o
Rahn[5]
Akad Rahn adalah menahan salah satu
harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
*bÎ)uróOçFZä.4’n?tã9xÿy™öNs9ur(#r߉Éfs?$Y6Ï?%x.Ö`»ydÌsù×p|Êqç7ø)¨B(÷bÎ*sùz`ÏBr&Nä3àÒ÷èt/$VÒ÷èt/ÏjŠxsã‹ù=sù“Ï%©!$#z`ÏJè?øt$#¼çmtFuZ»tBr&È,Gu‹ø9ur©!$#¼çm/u‘3Ÿwur(#qßJçGõ3s?noy‰»yg¤±9$#4`tBur$ygôJçGò6tƒÿ¼çm¯RÎ*sùÖNÏO#uä¼çmç6ù=s%3ª!$#ur$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?ÒOŠÎ=tæÇËÑÌÈ
Artinya
: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu
(para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya,
Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
o
Hibah
Hibah merupakan pemberian sesuatu
kepada orang lain dengan sukarela.
o
Waqf
Waqf merupakan pemberian sesuatu
dimana penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama.
2. Akad Tijarah
Berbeda dengan Tabararru', Akad
Tijarah merupakan akad yang tujuannya adalah untuk mencari keuntungan.
ü Natural Certainty Contracts
Naturan Certainty Contract adalah
kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi
jumlah (amout) maupun waktu (Timing)-nya. (Adiwarman Karim, 2003)
1) Murabahah
Murabahan
merupakan akad jual-beli dimana Menurut Fatwa DSN-MUI no: 04/DSN-MUI/IV/2000
penjual menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan
pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
2) Salam
Akad salam
menurut Fatwa DSN-MUI no: 05/DSN-MUI/IV/2000 adalah akan jual beli barang
dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat
tertentu.
3) Istishna
Akad
Istishna menurut Fatwa DSN-MUI no: 06/DSN-MUI/IV/2000 adalah akad jual beli
dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli, Mustashni') dan
penjual (Pembuat, shani')
4) Ijarah
Menurut
fatwa DSN-MUI no: 09/DSN-MUI/IV/2000 akad Ijarah adalah akad pemindahan hak
guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu
sendiri.Jika dalam pelaksanaannya kepemilikan barang menjadi pihak penyewa maka
akad ini di sebut Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT).fatwa DSN-MUI no:
27/DSN-MUI/III/2002.
ü Natural Uncertainty Contracts
Natural Uncertainty Contracts adalah
kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return),
baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-Nya. (Adiwarman Karim,
2003)
1. Musyarakah
Menurut
Syafi'i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
a) Mufawadhah
Akad
kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang sama.
keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama.
b) Inan
Akad
kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang tidak sama
jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan sdan kerugian ditanggung
sebesar porsi modal.
c) Wujuh
Akad
kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya memberikan
porsi berupa reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian
ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang memberikan dana akan mengalami
kerugian kehilangan dana dan pihak yang memberikan reputasi akan mengalami
kerugian secara reputasi.
d) Abdan
kerjasama
dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama menggabungkan keahlian yang
dimilikinya.Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung
bersama.dengan akad ini maka pihak yang bekerjasama akan mengalami kerugian
waktu jika mengalami kerugian.
e) Mudharabah
Mudharabah
merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan dana sebesar 100
persen dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian. Keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi investasi.
·
Mudharabah Mutlaqah : Mudharabah Mutlaqah merupakan akan
mudharabah dimana dana yang diinvestasikan bebas untuk digunakan dalam usaha
oleh pihak lainnya.
·
Mudharabah Muqayadah : Berbeda dengan Mudharabah Muqayadah,
dana yang diinvestasikan digunakan dalam usaha yang sudah ditentukan oleh
pemberi dana.
f) Muzara'ah : Akad Syirkah dibidang pertanian
yang digunakan untuk pertanian tanaman setahun
g) Musaqah : Akad Syirkah di bidang
pertanian dimana digunakan untuk pertanian tanaman tahunan.
h) Mukharabah : Akad Muzara'ah dimana
bibitnya berasal dari pemilik tanah.
Bagan Akad-Akad Bank Syariah[6]
BAB
III
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat ambil kesimpulan bahwa akad merupakan perjanjian antara kedua belah pihak
dimana masing-masing menyetujui dari apayang telah disepakati bersama. Didalam
akad terdapat transaksi perbankan syariah seperti murabahah, mudharabah, musyarakah,
wadiah, rahn, salam, istishna, ijarah, qardh, kafalah, wakalah, dan hiwalah.
Ada perbedaan mengenai akad bank
islam dan konvensioanal. Dimana bank islam akad-akadnya berdasarkan al-Qur’an
dan hadits dan transaksi yang dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak dan
mrencanakan bagi hasil. Sedangkan konvensional transaksi sudah di tetapkan dan
menggunakan bunga ketika transaksi seperti pinjaman dan sebagainya.
Dalam transanksi bank syariah
dilarang ada usur-unsur yang diharamkan dalam islam seperti; grahar, maisir,
riba, monopoli dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad
Syafi’i. 2001. “Bank Syariah Dari Teori ke Praktik”, Jakarta. Gema
Insani.
Karim, Adi Warman A. 2004. “Bank Islam
Analisis Fiqh dan Keuangan” Edisi ke tiga. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persda.
http://akuntansi-dalam-islam.blogspot.com/2012/09/asas-transaksi-syariah.html
Ghufron,
Sofiniyah. 2005. “Konsep dan
Implementasi Bank Syariah”.Erlangga
Kasmir,
S.E. M.M. 2011.” Bank dan Lembaga Keuangan Lainya”. Jakarta: Rajawali
Pers. 2011.
23
Agustus 2010, 13 Ramadhan 1431 Hhttp://ketikajadeni.com/index.php/perbankan-syariah/akad-akad-perbankan-syariah
[1]Kasmir, S.E. M.M.
2011.” Bank dan Lembaga Keuangan Lainya”. Jakarta: Rajawali Pers. 2011.
[2]
http://akuntansi-dalam-islam.blogspot.com/2012/09/asas-transaksi-syariah.html
[3] Muhammad
Syafi’i Antonio, 2000. Bank syariah dari teori ke praktek, jakarta.hlm
66
[4]Fatwa Dewan Syariah
Nasional no.10/DSN_MUI/IV/2000 .Lihat dalam hipunan Fatwa Dewan
Syariah Nasional Untuk Lembaga Keuangan Syari’ah.
Edisi Pertama, 2000, DSN_MUI, BI.hlm 55
[5]Muhammad Syafi’i
Antonio. 2001. “Bank Syariah Dari Teori ke Praktik”, Jakarta. Gema
Insani. Hlm 118
[6]
Muhammad Syafi’i Antonio, 2000. Bank syariah dari teori ke praktek,
jakarta.hlm 70
Tidak ada komentar:
Posting Komentar