Sabtu, 09 November 2013

Akad-akad muamalah



AKAD

A.   Pengertian akad

Menurut segi etimologi, akad berarti ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara langsung atau nyatamaupun ikatan secara maknawi dari satu segi maupun dari dua segi. Bisa juga berarti (sambungan) dan (janji).
Menurut terminology ulama fiqih akad dapat ditinjau dari dua segi, yaitu secara umum dan secara khusus:

1.      Pengertian Umum
Secara umum, pengertian akad dalam arti luas hampir sama dengan pengertian akad dari segi bahasa menurut pendapat ulama Syafi’yah, Malikiyah dan Harabilah yaitu:
Segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginan sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual-beli, perwakilan dan gadai.

2.      Pengertian Khusus
Pengertian akad dalam arti khusus yang dikemukakan ulama fiqih antara lain: “Perkataan yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan ketentuan syara yang berdampak pada objeknya”. Dengan demikian ijab-qabul adalah suatu perbuatan atau peryataan untuk menunjukan suatu keridhaan dalam berakad diantara dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara. Oleh karena itu, dalam Islam tidak semua bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat dikatagorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan dan syariat Islam.

B.   Pembentukan Akad

1.      Rukun Akad

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun akad adalah ijab dan qabul. Adapun orang yang mengadakan akad atau hal-hal lainnya yang menunjang terjadinya akad tidak dikatagorikan rukun sebab keberadaannya sudah  pasti. Ulama selain Hanafiyah berpendapat bahwa akad memiliki tiga rykun, yaitu :
a.       Orang yang akad (Aqid) contoh : Penjual dan Pembeli
-          Jelas maksudnya
-          Selaras
-          Menyambung
b.      Sesuatu yang diakadkan (Maqud Alaih), contoh : Harga / yang dihargakan.
c.        Shighat yaitu Ijab dan Qabul
Definisi Ijab dan Qabul
Definisi Ijab menurut Ulama Hanafiyah adalah penetapan perbuatan tertentu yang menunjukan keridaan yang diucapkan oleh orang pertama, baik yang menyerahkan, yang mengucapkan ijab, yang menunjukan keridhoan atas ucapan orang pertama.

Berbeda dengan pendapat di atas, ulama selain Hanafiyah berpendapatb bahwa dikatakan oleh orang pertama dan kedua, sedangkan qabul adalah pernyataan dari orang yang menerima barang.
 Pendapat ini merupakan pengertian umum di pahami orang bahwa ijab adalah ucapan dari orang yang menyerahkan barang (Penjual dalam Jual Beli), sedangkan qabul adalah pernyataan dari penerima barang.


2.      Unsur-Unsur Akad

Unsur-unsur akad adalah sesuatu yang merupakan pembentukan adanya akad yaitu berikut ini.
a.      Shighat Akad
Shighat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua pihak yang berakad yang menunjukan atas apa yang ada dihati keduanya tentang terjadinya suatu akad. Halite dapat diketahui dengan ucapan perbuatan, isyarat dan tulisan. Sighat tersebut biasa disebut ijab dan qabal.
1.      Metode (Uslub) Shighat Ijab dan Qabul
Dapat diungkapan dengan beberapa cara yaitu:
a.       Akad dengan Lafazh (ucapan)
Shighat dengan ucapan adalah shighat akad yang paling banyak digunakan orang sebab paling mudah digunakan dan cepat dipahami.
·         Isi Lafazh
·         Lafazh Shighat dan kata kerja dalam shighat
·         Akad dengan perbuatan
·         Akad dengan Isyarat
·         Akad dengan tulisan
2.      Syarat-syarat Ijab dan Qabul
a.       Syarat terjadinya Ijab dan Qabul
b.      Tempat akad
c.       Akad yang tidak memerlukan persambungan tempat
d.      Pembatalan Ijab



b.      Al – Aqid (Orang yang Akad)
Al- Aqid adalah orang yang melakukan akad. Keberadaanya sangat penting sebab tidak dapat dikatakan jika tidak ada aqid. Secaraumum aqid disyaratkan harus ahli dan memiliki kemampuan untuk melakukan akan atau mampu menjadi pengganti orang lain jika ia menjadi wakil.

Diantara akad yang dipandang sah dilakukan oleh anak mumayyiz menurut pandangan ulama Hanafiyah dan Malikiyah adalah :
·         Tasharrut (aktivitas atas benda) yang bermanfaat bagi dirinya secara murni.
·         Tasharruf yang menandung kemadaratan secara murni.
·         Tasharruf yang berada atara manfaat dan madarat.

c.    Mahal Aqad (Al-Maqud Alaih)
            Mahal Aqad (Al-Maqud Alaih adalah objek akad atau benda-benda yang dijadikan akad yang bentuknya tampak dan membekas).

d.Maudhu (Tujuan) Akad
Maudhu akad adalah maksud utama disyaratkan akad.

C.   Syarat-Syarat Akad
·         Syarat terjadinya akad
·         Syarat sah akad
·         Syarat pelaksanaan akad
·         Syarat kepastian hokum(Lozum)



D.   Dampak Akad
·         Dampak Khusus
·         Dampak Umum

E.   Pembagian dan Sifat Akad
1.      Berdasarkan Ketentuan Syara
·         Akad Sahih
·         Akad tidak Sahih

2.      Berdasarkan Penamaanya
·         Akad yang telah dinamai syara
·         Akad yang belum dinamai syara

3.      Berdasarkan Maksud dan tujuan Akad
·         Kepemilikan
·         Menghilangkan kepemilikan
·         Kemutlakan
·         Perikatan
·         Penjagaan

4.      Berdasarkan Zatnya
·         Benda yang berwujud (Al-Ain)
·         Benda yang tak berwujud (Ghair Al-Ain)


F.    Sifat-sifat Akad

1.      Akad tanpa Syarat (Akad Munjiz)
2.      Akad bersyarat (Akad Ghair Munjiz)
Akad Ghair Muajiz ada 3 macam :
·         Ta’liq Syarat
·         Taqyid Syarat
·         Syarat Idhafah

G.  Akhir Akad
Akan dapat berakhir dengan pembatalan, meninggal dunia, atau tanpa adanya izin dalam akad mauquf (ditangguhkan).
Adapun pembatalan pada akad lazim terdapat dalam beberapa hal berikut :
·         Ketika akad rusak
·         Adanya Khiyar
·         Pembatalan akad
·         Tidak mungkin melaksanakan akad
·         Masa akad berakhir
BA’I (Jual Beli)

A.   Defenisi, Landasan dan Rukun Jual Beli
1.      Pengertian Jual Beli
Menurut etimologi jual beli diartikan:
Pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain)
Adapun Jual Beli menurut terminologi para ulama berbeda pendapat dalam mendefenisikan antara lain:
a.       Menurut Ulama Hanafiyah
Pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang diperbolehkan).
b.      Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu
Pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.
c.       Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Muqni
Pertukaran harta dengan harta untuk saling menjadikan milik.

2.      Landasan Syara
Jual Beli disyaratkan berdasarkan Al-Quran, Sunnah, dan Uma.

3.      Rukun dan Pelaksaan Jual Beli
Menurut ulama Hanafiyah rukun jual beli adalah Ijab dan Qabul yang menunjukan pertukaran barang secara ridha, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Adapun rukun jual beli menurut Jumhur ulama adalah ada 4 yaitu :
·         Bai (Penjual)
·         Mustari (Pembeli)
·         Shighat (Ijab dan Qabul)
·         Ma’qud Alaih (Benda dan Barang)

B.     Syarat Jual Beli

1.      Menurut Ulama Hanafiyah
a.      Syarat terjadinya Akad (In’iqad)
Adalah syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syara. Tentang syarat ini, ulama Hanafiyah menetepkan empat syarat, yakni :
1)      Syarat Akid (orang yang aka)
·         Berakal dan Mumayyiz
·         Aqid harus terbilang

2)      Syarat dalam Akad
·         Ahli Akad
·         Qabul harus sesuai dengan ijab
·         Ijab dan Qabul harus bersatu

3)      Tempat Akad
Harus bersatu antara ijab dan qabul

4)      Ma’qud Alaih (Objek Akad)
·         Ma’qud Alaih harus ada
·         Harta harus kuat, tetap dan bernilai
·         Benda tersebut milik sendiri
·         Dapat diserahkan

b.      Syarat Pelaksanaan Akad (Nafadz)
1.      Benda dimiliki Aqid berkuasa untuk akad
2.      Pada benda tidak terdapat milik orang lain.
Berdasarkan Nafadz dan Waqaf (Penangguhan) jual beli terbagi dua:
§  Jual Beli Nafidz
§  Jual Beli Mauquf

c.       Syarat Sah Akad
Syarat inr terbagi atas dua bagian yaitu:
1)      Syarat Umum
Adalah syarat-syarat yang berhubungan dengan semua bentuk jual beli yang telah ditetapkan syara.
2)      Syarat Khusus
Adalah syarat-syarat yang hanya ada pada barang-barang tertentu.

d.      Syarat Lujum (Kemestian)

C.    Hukum (Ketetapan) Bai beserta pembahasan barang dan harga.
1)      Hukum Akad
·         Secara mutlak hukum aqad dibagi 3 bagian:
·         Dimaksudkan sebagai taklif
·         Dimaksudkan sesuai dengan sifat-sifat syara dan perbuatan
·         Dimaksudkan sebagai dampak tasharruf syara.
2)      Tsaman (Harga) dan Mabi (Barang Jualan)
a)      Pengertian Harga dan Mabi
Secara umum mabi adalah (Perkara yang menjadi tentu dengan ditentukan). Sedangkan pengertian harga secara umum adalah (perkara yang tidak tentu dan ditentukan).
b)      Penentuan Mabi
Penentuan Mabi adalah penentuan barang yang akan dijual dengan barang-barang lainnya yang tidak akan dijual, jika penentuan tersebut menolong atau menentukan akad, baik pada jual beli yang barangnya ada di tempat akad atau tidak.
c)      Perbedaan Harga, Nilai dan Utang
·         Harga
·         Nilai sesuatu
·         Utang
d)     Perbedaan Mabi dan Harga
·         Secara umum uang adalah harga, sedangkan barang yang dijual adalah Mabi.
·         Jika tidak menggunakan uang, barang yang akan ditukarkan adalah Mabi dan penukarannya adalah harga.
e)      Ketetapan Mabi dan Harga
Hukum-hukum yang berkaitan dengan Mabi dan Harga antara lain :
·         Mabi disyaratkan harus ada dalam kepemilikan penjual sedangkan harga tidak disyaratkan demikian.
·         Mabi disyaratkan harus ada dalam kepemilikan penjual sedangkan harga tidak disyaratkan demikian.
·         Tidak boleh mendahulukan harga pada jual beli pesanan sebaiknya mabi harus didahulukan.
·         Orang yang bertanggung jawab atas harga adalah pembeli sedangkan yang bertanggung jawab atas Mabi adalah penjual.
·         Menurut ulama Hanafiyah akad tanpa menyebutkan harga adalah fasial dan akad tanpa menyebutkan mabi adalah batal.

f)       Hukum atas Mabi dan Harga rusak serta harga yang tidak laku.
·         Jika barang rusak semuanya sebelum diterima oleh pembeli.
·         Jika barang rusak semuanya setelah diterima pembeli.
·         Barang rusak sebagian setelah dipegang oleh pembeli.
g)      Tas harruf atas Mabi dan Harga sebelum memegang.
h)      Penyerahan dan cara meyakinkan
i)        Penyerahan Mabi dan Harga
j)        Hal merahan Mabi

D.   Macam Jual Beli
1.      Jual beli berdasarkan pertukaran secara umum dibagi menjadi 4 macam :
a)      Jual Beli Salam (Pesanan)
Jual beli salam adalah jual beli pesanan yakni jual beli dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka kemudian barannya di antar belakangan.

b)      Jual Beli Muqayadah (Barter)
Jual beli Muqayadah adalah jual beli dengan cara menukar barang seperti menukar baju dengan sepatu.

c)      Jual Beli Muthlaq
Jual Beli Muthalaq  adalah jual beli sesuatu yang telah disepakati sebagai alat pertukaran seperti uang.

d)     Jual Beli alat penukar dengan alat penukar
Adalah jual beli barang yang biasa dipakai sebagai alat penukar dengan alat penukar lainnya seperti uang perak dengan uang emas.

Berdasarkan segi harga jual beli dibagi menjadi pula menjadi empat bagian:
·         Jual beli yang menguntungkan (Al Murabbahah)
·         Jual beli yang tidak menguntungkan yaitu menjual dengan harga aslinya (At Tauliyah)
·         Jual belirugi (Al Khasarah)
·         Jual beli Al Musawah yaitu penjual menyembunyikan harga aslinya tetapi kedua orang yang akad saling meridhai jual beli seperti inilah yanbg berkembang sekarang.






















HUTANG PIUTANG

1.     Pengertian

Qarad sebagai harta yang diberikan oleh pemberi pinjaman kepada penerima dengan syarat penerima pinjaman harus mengembalikan besarnya nilai pinjaman pada saat mampu mengembalikannya.

2.     Dasar Hukum Hutang Pitang

Bertolong-tolonglah kamu dalam kebaikan dan dalam melaksankan taqwa dan janganlah kamu betolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Bertaqwalah kepada Allah, Allah sangat keras hukumnya.

3.     Keutamaan Memberikan Hutang
·         Mengangkatnya (orang) dari kesulitan pada hari kiamat
·         Memudahkan urusan dunia akhirat
·         Akan dilipat gandakan pahalanya.

4.     Menghindari Hutang
·         Berbicara dusta dan apabila berjanji menyalahi
·         Meninggalkan harta untuk melunasi hutangnya




5.     Adab Umum
·         Tidak untuk keperluan maksiat
·         Tidak ada perjanjian kelebihan dalam pengembalian saat akad
·         Tidak ada syarat lain kecuali waktu pelunasan jika diperlukan
·         Menuliskan pernyataan bagi orang yang berhutang
·         Tidak mengurangi hutangnya

6.     Niat Kuat Untuk Membayar
Seperti yang diriwayatkan oleh HR Bukhari yaitu “`barang siapa mengambil pinjaman harta orang lain dengan maksud untuk mengembalikannya maka Allah akan menunaikan untuknya, barang siapa yang meminjam dengan niatan tidak mengembalikannya, maka Allah akan memusnahkan harta tersebut”.

7.     Tidak Menunda Pembayaran
Seperti yang diriwayatkan oleh HR Abu Daud “Penundaan pembayaran hutang oleh orang-orang yang mampu adalah suatu kezhakiman. Dan jika salah seorang diantara kalian diikutkan kepada orang yang mampu, maka hendaklah dia mengikutinya”.

8.     Memberi Tenggang Waktu
“Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedahkan (sebagian/semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui (QS Al Baqarah)”.



Beberapa permasalahan Fiqih dalam Hutang Piutang
1)      Hutang bahan sehari-hari
2)      Penulisan Hutang
·         Khususnya dari yang berhutang
·         Kemampuan menulis yang baik
·         Kejujuran dalam menuliskan
·         Telaten dalam penulisan
3)      Permasalah Zakat Piutang
·         Jika termasuk piutang yang lancar bisa dikembalikan setiap saat.
·         Jika piutang macet, ada yang mengatakan tidak wajib di zakati.
4)      Bayar Hutang atau Zakat ?
Salah satu syarat harta zakat adalah
Al Fadhlu “Anil Al Hajah Al Ashliyah (Lebih dari kebutuhan pokok)”.
Salamatu Minad dain (terbebas dari tanggung hutang) sehingga tidak perlu berzakat, kecuali jenis hutang piutang panjang atsau bukan jatuh tempo bisa dimasukan dalam faktor pengurang harta wajib zakat.
5)      Berhutang untuk Ibadah
·         Seperti haji dengan istito’ahnya (kemampuan) sehingga tidak wajib bagi yang belum mampu.
·         Bagaimana dengan dana talangan haji
·         Bagaimana dengan Qurban, Aqiqah dan Walimahan misalnya ?
·         Sebagai ulama menganjurkan untuk berqurban meskipun berhutang.

6)      Pemindahan Hutang
·         Ketika Madzhab selain Madzhab Hanafi
·         Membolehkan hawalah muqayyadah dan mensyariatkan pada hawalah muqayyadah.
·         Praktek modern ada pada sistem transfer bank.

7)      Piutang Macet dianggap bayar Zakat ?
·         Ada yang mengatakan tidak boleh (karena terpaksa dan putus asa)
·         Imam Syafi’i membolehkandengan syarat harus sudah diterima terlebih dahulu
·         Membolehkan secara langsung dianggap zakat untuk ghorim (Hasan Al Basri, Atho, Ibu Hazim)





















HAWALAH

1.     Pengertian

Hawalah secara etimologi : pengalihan, pemindahan perubahan warna kulit, memikul sesuatu diatas pundak.

Hawalah secara termilogi : Akad pengalihan hutang piutang dari pihak yang berhutang, berpiutang kepada pihak lain yang berwajib menanggung atau menerimanya.

2.     Rukun Hawalah
·      Pihak 1 (Muhil)
·       Pihak 2 (Muha)
·       Pihak 3 (Muhal Ataih)
·      Hutang muhil lepada muhal (Mubal bih)
·       Hutang Muhalaalaih kepada muhil / muhal bih2
·       Ijab qabul

3.     Jenis Hawalah
·       Hawalah Haqa (Pemindahan hak)
·       Hawalah Payn (Pemindahan Hutang)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar