BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang Masalah
Hadits
yang dipahami sebagai pernyataan, perbuatan, persetujuan dan hal yang
berhubungan dengan Nabi Muhammad saw. Dalam tradisi Islam, hadits diyakini
sebagai sumber ajaran agama kedua setelah Al-Quran.
Disamping
itu hadits juga memiliki fungsi sebagai penjelas terhadap ayat- ayat Al-Qur’an sebagaimana
dijelaskan dalam QS: an-Nahl ayat 44
44.
keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al
Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka[829] dan supaya mereka memikirkan,
[829]
Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat
dalam Al Quran.
Hadits
tersebut merupakan teks kedua, sabda-sabda nabi dalam perannya sebagai
pembimbing bagi masyarakat yang beriman. Akan tetapi, pengambilan hadits
sebagai dasar bukanlah hal yang mudah. Mengingat banyaknya persoalan yang
terdapat dalam hadits itu sendiri. Sehingga dalam berhujjah dengan hadits
tidaklah serta merta asal mengambil suatu hujjah yang semena-mena,
Tetapi
adanya rentang waktu yang panjang antara Nabi dengan masa pembukuan hadits
adalah salah satu problem. Perjalanan yang panjang dapat memberikan peluang
adanya penambahan atau pengurangan terhadap materi hadits. Selain itu, rantai
perawi yang banyak juga turut memberikan kontribusi permasalahan dalam meneliti
hadits sebelum akhirnya digunakan dalam suatu dasar syari
dalam agama.
1.2.
Rumusan Masalah
A.
Apa pengertian takhrij dalam hadis?
B.
Bagaimana sejarah takhrij?
C.
Apa tujuan dan faedahnya?
D.
Apa saja kitab yang diperlikan?
E.
Bagaimana metode takhrij?
F.
Bagaimana cara penelitian hadis?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN TAKHRIJ HADIS
Takhrij menurut lughat berasal dari kata خَرَجَ , yang berarti ‘tampak’ atau ‘jelas’ . takhrij
secara bahasa berarti juga berkumpulnya dua perkara yang saling berlawanan
dalam satu persoalan, namun secara mutlak, ia diartikan oleh para ahli bahasa
dengan arti ‘mengeluarkan’(al-istinbath),‘melatih’atau‘membiasakan’(at-tadrib),dan
‘menghadapkan’ (at-taujih).[1]
Takhrij menurut istilah adalah penunjukan
terhadap tempat hadist di dalam sumber asli nya yang di jelaskan sanad dan
martabatnya sesuai keperluan.[2]
Pengertian
takhrij menurut ahli hadist yaitu:
1. Usaha untuk mencari sanad hadist yang
terdapat dalam kitab hadis karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang
terdapat dalam kitab tersebut.
2. Suatu keterangan bahwa hadis dinukilkan
ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan
nama penyusunannya.
3. Suatu
usaha mencari derajat sanad, matan, dan rawi hadis yang tidak
diterangkan oleh penyusun hadist.[3]
B.
SEJARAH TAKHRIJ HADIS
Penguasaan para ulama terdahuku terhadap
sumber-sumber hadist begitu luas sehingga jika disebutkan suatu hadist mereka
tidak merasa kesulitan untuk mengetahui sumber hadist tersebut. Etika semangat
belajar mulai melemah, mereka kesulitan untuk menempatkatkan hadist yang
digunakan sebagai rujukan hadist. Sebagian ulama bangkit dan memperlihatkan
hadist-hadistdan kitab-kitab yang asi, menjelaskan metodenya, dan menerangkan
kualitas, kuantitas sehingga muncullah kutub at-takhrij (buku-buku takhrij).
Ulama yang pertama kali melakukan
takhrij hadist adalah Al-khaththib Al-baghdadi, kemudian Muhammad bin musa alhazimi,
ada juga ulama abu al-qasimi al-husaini dan abu alqasim al-mahwarani. Dalam
perkembangan selanjutnya banyak sekali yang berupaya mentakhrijkan kitab-kitab
dalam berbagi ilmu agama.
C.
TUJUAN DAN FAEDAH TAKHRIJ HADIST
Takhrij hadis bertujuan untuk mengetahui sumber asal hadis yang
ditahkrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui ditolak atau diterimannya
hadist-hadit tersebut. Dengan cara ini akan mengetahui hadis-hadis yang
pengutipannya memprhatikan kaidah-kaidah ulumul hadist yang berlaku sehingga hadist
tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.
Faedahnya yaitu:
·
Memberikan informasi bahwa suatu hadist termasuk hadist sahih,
hasan atau daif setelah diadakannya penelitian suatu sanad, matan dan rawi.
·
Memeberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu
bahwa hadisnya hadis maqbul atau sebaliknya dalam arti tidak maqbul.
·
Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal
dari Rasulullah SAW. [4]
D.
KITAB-KITAB YANG DIPERLUKAN
Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij hadist.
Adapun kitab-kitab tersebut adalah:
1. Hidayatul
bari’ila tartibi Ahadisil Bukhari
Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar Al-
Misri At- Tahtawi. Kitab ini disusun khusus untuk mencari hadis- hadis yang
termuat dalam Shahih Al- Bukhari. Lafazh hadis disusun menurut aturan urutan
huruf abjad Arab. Namun, hadis- hadis yang dikemukakan secara berulang dalam
kamus di atas. Dengan demikian, perbedaan lafazh dalam matan hadis riwayat Al-
Bukhari tidak dapat diketahui melalui kamus tersebut.
2. Mu’jam
Al- Fadzi wala Siyyama Al- Gariibu Minha atau Fuhris litartibi Ahaditsi Shahihi
Muslim
Kitab tersebut merupakan salah satu juz, yakni juz
ke-5 dari Kitab Shahih Muslim yang disunting oleh Muhammad Abdul Baqi. Juz ke-5
ini merupakan kamus terhadap juz ke-1-4 yang berisi”
a. Daftar
urutan judul kitab, nomor hadis, dan juz yang memuatnya.
b. Daftar
nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis yang termuat dalam Shahih
Muslim.
c. Daftar
awal matan hadis dalam bentuk sabda yang tersusun menurut abjad serta
menerangkan nomor- nomor hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari bila kebetulan
hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Bukhari.
3. Miftahus
Sahihain
Kitab ini disusun oleh Muhamad Syarif bin Mustafa
Al-Tauqiah. Kitab ini dapat digunakan
untuk mencari hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi,
hadis-hadis yang dimuat dalam kitab ini hnyalah hadis-hadis yang berupa
sabda (qauliyah) saja. Hadis tersebut
disusun menurut abjad dari awal lafazh matan hadis.
4. Al-Bugyatu
fi Tartibi Ahaditsi Al-Hilyah
Kitab ini disusun oleh Sayyid Abdul Aziz bin
Al-Sayyid Muhammad bin Sayyid Siddiq Al-Qammari. Kitab hadis tersebut memuat
dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim
Al-Asabuni (w. 430 H)yang berjudul Hiyatul
Auliyai wathabaqatul Asfiyai.
5.
Al-jamius shagir
Kitab ini disusun oleh imam jalaluddin as-suyuthi yang kutipannya
terdapat dalam kitab jam”ul jawami”i. hadis ini disusun berdasarkan urutan
abjad dari awal lafaz matan hadist. Kitab hadist tersebut juga meneragkan nama-nama
sahabat nabi yang meriwayatkan hadist yang bersangkutan dengan nama mukharij
nya atau periwayat hadistnya.
6.
Al-mu”jam al-mufahras li al-fadzil hadis nabawi
Penyusunan kitab ini dari kalangan orientalis. Diantara yang paling
aktiv adalah Dr. Arnold jhon wensinck (w 393 M), seorang professor bahasa semit
termasuk bahasa arab di universitas lieden, negeri belanda.
Kitab ini dimaksudkan untuk
mencari hadis berdasarkan petunjuk lafadz matan hadis. Berbagai lafadz yang
disajikan tidak dibatasi hanya lafazd-lafazd yang berada di tengah dan bagian
lain dari matan hadis. Dengan demikian kitab mujam bisa memberikan informasi
kepada pencari matan dan sanad hadis selama sebagian dari lafadz matan yang
dicarinya itu telah diketahuinya.[5]
E.
METODE TAKHRIJ HADIS
Ada cara
takhrijul hadis yaitu:
1.
Menurut lafazh pertama
Yaitu
suatu metode yang bedasarkan pada lafazh pertama matan hadis, sesuai dengan
urutan huruf hijaiyah dan alfabetis, sehingga metode ini mempermudah pencarian
hadis yang dimaksud.
Adapun kitab yang menggunakan metode
ini adalah al-jami as-shagir fi ahadist al-basyir an-nazir, dalam ini disusun
berdasarkan urutan huruf hijaiyah ehingga pencarian hadis yang dimaksud sangat
mudah. Contoh hadist nabi berikut:
*
Untuk mengetahui lafadz lengkap dari
penggalan matan tersebut, langkah yng harus dilakukan adalah menelusuri
penggalan matan itu pada urutan awal matan yang memuat penggalan matan yang
dimaksud. Dalam kamus yang disusun oleh Muhammad fuad abdul baqi, penggalan
hadis tersebut terdapat dalam halaman 2014 juz IV. Dan setelah diperiksa bunyi
matannya lengkap bahwa hadis yang dicari adalah:
Artinya:
dari abu hurairah bahwa rasulallah saw bersabda: ukuran orang yang kuat
(perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi tetapi yang
disebut sebagai orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya
tatkala marah.
2.
Menurut lafadz-lafadz yang terdapat dalam hadis
Yaitu
metode yang berlandaskan pada kata-kata yyang terdapat dalam matan hadis, baik
berupa kata benda atau kata kerja. Dalam metode ini digunakan
huruf-huruf,tetapi yang dicantumkan adalah bagian hadisnya sehingga pencarian
hadis-hadis yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat.
Kitab
yang berdasarkan metode ini diantaranya adalah kitab al-mu’jam al-mufahras li
al-fazh al-hadis an-nabawi. Yang disusun oleh orang-orang oriental. Kitab yang
menjadi rujukannya adalah kitah sohih bukhori, muslim, sunan ibn majah, abu
daud, an-nasai, dan lainnya.
Contoh
hadist
Dalam
mencari hadist tersebut dengan menggunakan kata kunci ‘rufi’a, al-qolamu. Dan
stalasatun. Kata ‘rufi’a’ dicari pada juz yang memuat huruf awal (juz II), kata
‘al-qolamu’ dicari pada juz yang memuat huruf qof dalam hal ini juz V, dan
stalastatun memuat huruf tsa dalam hal ini juz I.
Setelah
masing-masing juz diperiksa,yakni untuk tiap-tiap penggalan matan yang
dimaksud, data yang disajikan oleh kitab-kitab al-mu’jam al mufahras li al-fadz
al-hadis an-nabawi. Adalah sebagai berikut:
Juz
|
Halaman
|
Lambing yang
dikemukakan
|
|
I
|
298
|
||
II
|
280
|
||
V
|
465
|
Dari
data diatas dapat diketahui bahwa informasi yang diperoleh lewat penelusuran
kata ‘al’qolaam’ yang memuat dalam juz V, ternyata lebih banyak lagi dari pada
yang berasal dari juz I dan juz II.
3.
Mencari hadis berdasarkan Tema
Metode
ini dapat dapat dilakukan dengan cara membaca berbagai kitab himpunan hadis,
dan selain itu pula harus dilakukan pengkajian terhadap teks-teks hadist
menurut periwayatannya masing-masing. Deangan bantuan hadis tertentu, salah
satu kamusnya yaitu miftahu al-qunuz as-sunah. Jadi terlebih dahulu adalah
menetapkan tema dari hadis.
F.
LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN HADIS
1.
Penelitian sanad dan rawi hadis
·
Dengan takhrij
·
Itibar, yaitu menyertakan sanad-sanad yang lai untuk suatu hadis
tertentu, dan hadis tersebut pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang
rawi saja, dan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui
apakah ada rawi yang lain atau tidak untuk bagian sanad dari sand yang
dimaksud.
·
Meneliti nama rawi yang tercantum dalam skema sanad.
·
Meneliti guru dan murid dan tahun kelahiran dan kematiannya. Dengan
langkah ini dapat diketahui bersambung atau tidaknya sanad tersebut.
·
Meneliti karakteristik rawi yang bersangkutan, baik dari segi moral
maupun aspek intelektualnya
.
2.
Penelitian matan
Langkah terakhir adalah penelitian
matan yaitu menganalisis matan untuk mengetahui kemungkinan adanya illat dan
syudzuz padanya. Langkah ini merupakan langkah yang paling berat dalam
penelitian suatu hadis, baik tehnik pelaksanaanya maupun aspek tanggung jaweabnya.
Seorang
peneliti dituntut untuk mempunyai wawasan yang luas untuk itu seorang peneliti
dituntut untuk menguasai bahasa arab dengan baik, menguasai kaidah-kaidah yang
bersangkutan dengan tema matan hadis, memahami isi alquran, baik tejstuak
maupun konstektual, memahami prisip-prinsip ajaran islam, dan sebagainya. [6]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Takhrij adalah penunjukan terhadap tempat hadist di dalam sumber asli nya
yang di jelaskan sanad dan martabatnya sesuai keperluan. Kitab yang diperlukan
ada enam, Hidayatul bari’ila tartibi Ahadisil Bukhari, Mu’jam
Al- Fadzi wala Siyyama Al- Gariibu Minha atau Fuhris litartibi Ahaditsi Shahihi
Muslim, Al-Bugyatu fi Tartibi Ahaditsi Al-Hilyah, miftahus sahihin, al’jami’us
shagir, dan al-mu’jam al-mufashar li al-fadzil hadis nabawi.
Metodenya
ada yang mengunakan huruf awak, lafadz;lafaz dan berdasarkan tema, dan cara
penelitian matan, sanad dan rawi harus dilakukan oleh orang yang wawasannya
luas.
DAFTAR FUSTAKA
Abu Muhammad Al-mahdi ibn abd al-qadir
alhadi. Darul Ikhtisan: thariqu takhrij hadist rasululah alaihi wasallam.t.t
hal 6
Mahmud Ath-Thanhhan. Ushul Atakhrij wa
dirasah AS-sanid. Riyad : maktabah royad.tt.hlm 2.
Ahmad, Muhammad. mudzakir. 2000. Ulumul
Hadis.bandung:cv pustaka setia.
Solahudin, Agus.Suyadi. Ulumul Hadis.bandung: pustaka setia.
2009
[1] Abu Muhammad Al-mahdi ibn abd al-qadir alhadi. Darul
Ikhtisan: thariqu takhrij hadist rasululah alaihi wasallam.t.t hal 6
[2] Mahmud Ath-Thanhhan. Ushul Atakhrij wa dirasah
AS-sanid. Riyad : maktabah royad.tt.hlm 2.
[3] Drs. H. Muhammad Ahmad, mudzakir. 2000. Ulumul
Hadis.bandung:cv pustaka setia.
[5] Drs. M. Agus Solahudin, M.Ag. dan Agus Suyadi.
Ulumul Hadis.bandung: pustaka setia. 2009. Hal 196
Tidak ada komentar:
Posting Komentar