Rabu, 25 Desember 2013

activity based costing and balance scorecard


PEMBAHASAN
1.      Activity- Based Costing (ABC)
1.1.           Pengertian
ABC atau penentuan harga pokok produk berbasis aktivitas merupakan sistim informasi tentang pekerjaan (atau kegiatan) yang mengkonsumsi sumber daya dan menghasilkan nilai bagi konsumen. Definisi lain ABC adalah suatu informasi yang dapat menyajikan secara akurat dan tepat waktu mengenai pekerjaan (aktivitas) yang mengkonsumsi sumber Biaya aktivitas) untuk mencapai tujuan pekerjaan (produk dan pelanggan). ABC dirancang untuk mengukur  harga pokok produk melalui aktivitas-aktivitas. Biaya-biaya akan diukur dari aktivitas-aktivitas ke produk berdasarkan permintaan tiap-tiap produk terhadap aktivitas selama proses produksi, sehingga biaya-biaya yang timbul masing-masing jenis produk akan terlihat lebih jelas. Sistem tersebut menerapkan konsep-konsep akununtansi aktivitas untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produk yang lebih akurat.
Hal ini dapat dipahami dari definisi berikut Activity Based Costing adalah system akumulasi dan alokasi biaya yang menelusur biaya-biaya ke produk menurut aktivitas-aktivitas yang dilakukan terhadap produk, yang dimaksud untuk menghasilkan informasi biaya bagi keputusan strategis, perancangaqdan pengendaliaan operasional. Sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas ini merupakan system pertama yang menelusur biaya-biaya melalui aktivitas yang telah dikonsumsi produk.
Dalam ABC, proses identifikasi aktivitas merupakan salah satu bagian peting dari tahapan perbebanan biaya overhead pabrik. Tahap pertama pada identifikasi aktivitas, aktivitas yang luas dikelompokan ke dalam empat kategori aktivitas, yaitu:
1.      Unit - level activities
Berupa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan sekali untuk setiap unit sehingga biaya produksi yang berhubungan dengan aktivitas dibebankan berdasarkan jumlah unit yang diproduksi. Misalnya jam tenaga keja langsung. Semakin banyak jumlah unit yang diproduksi semakin banyak juga tenaga kerja langsung yang dibutuhkan.
2.      Batch - level activities
Sering juga disebut set - up related activities, yaitu berupa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan untuk mendukung produksi sejumlah order tertentu (batch). Aktivitas ini dilakukan sekali untuk setiap batch sehingga biaya produksi yang berhubungan dengan aktivitas ini dibebankan berdasarkan jumlah batch yang diproduksi. Misalnya biaya set up mesin. Semakin banyak unit yang diproduksi tidak mempengd biaya pada aktivitas set up, tetapi semakin sering set up dilakukan maka semakin bear pula biaya set up rnesin.
3.      Product-sustaning activities
Berupa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan eksistensi suatu produk, pemeliharaan produk, pengembangan produk dan inovasi produk. Beban biaya yang terjadi pada aktivitas ini dapat ditlusuri pada setiap jenis produk yang dihasilkan, tetapi sumber daya yang dikonsurnsi tidak tergantung pada jumlah unit ataupun batch dari prod& yang dihasikan perusahaan. Semakin banyak jenis produk yang dihasilkan semakin sering aktivitas ini dilakukan sehingga semakin besar biaya yang dibutuhkannya.
4.      Facility - sustaning activities
Berupa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan untuk mempertahkan eksistensi perusahaan, seperti pemasaran, sumber daya manusia, pengembangan sistem, pemeliharaan fasilitas dan lain-lain. Tetapi aktivitas ini tidak berhubungan dengan jumlah produk, batch, maupun jenis produk.

1.2.            Manfaat ABC
Manfaat yang dihasilkan oleh perusahaan yang menerapkan ABC adalah:
1)      Memperbaiki mutu pengambilan keputusan
Kemarnpuan ABC menghasilkan informasi biaya produksi yang lebih teliti dapat mengurangi kemungkinan manajemen melakukan pengambilan keputusan yang salah. Informasi biaya produksi yang lebih teliti sangat penting artinya bagi manajemen jika perusahaan menghadapi persaingan yang sangat tajam.
2)      Memungkinkan Manajemen Melakukan Perbaikan Terus-Menerus Terhadap Kegiatan Untuk Mengurangi Biaya Overhead.
ABC megidentifikasi biaya overhead kegiatan yang menimbukan biaya tersebut. Dengan demikian informasi biaya yang dihasilkan oleh ABC dapat digunakan oleh manajemen untuk memantau secara terus-menerus berbagai kegiatan yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk dan melayani konsumen. Perbaikan berbagai kegiatan untuk menghasilkan produk dan penghilangan kegiatan yang tidak bernilai tambah bagi konsumen dapat dipertimbangkan oleh manajemen berdasarkan informasi biaya yang disajikan dengan ABC.
3)      Memberikan Kemudahan Dalam Penentuan Biaya Relevan
ABC menyediakan informasi biaya yang dihubungkan dengan berbagai kegiatan untuk menghasilkan produk, sehingga manajemen akan memperoleh kemudahan dalam mendapatkan informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut berbagai kegiatan bisnis mereka. Jika misalnya manajemen mempertimbangkan untuk melakukan perbaikan dalam kegiatan set up fasilitas produksi, ABC mampu dengan cepat menyediakan informasi batch related activities cost sehingga memungkinkan manajemen mempertimbangkan akibat keputusan mereka terhadap konsumsi sumber daya untuk kegiatan tersebut.

1.3.            Perbandingan ABC Dengan Sistem Biaya Tradisional
Perbedaan antara sistem ABC dengan sistem kalkulasi biaya tradisional adalah :
a. ABC menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu biaya untuk menetukan berapa besar setiap overhead tidak langsung dari setiap produk yang digunakan oleh produk tersebut. sistem tradisional mengalokasikan overhead secara arbirer berdasarkan satu atau dua alokasi yang non representatif.
b. ABC mengkonsurnsi overhead yang dapat dibagi ke dalam empat kategori: unit, batch, produk dan penopang fasilitas (fimility substaining), sedangkan sistem tradisional membagi biaya overhead ke dalam unit dan biaya yang lainnya.
c. Fokus ABC adalah pada biaya, mutu dan faktor waktu, sedangkan system tradisional memfokuskan pada kinerja keuangan jangka pendek seperti laba yang akurat. Untuk itu ABC memerlukan masukan dari seluruh departemen yang ada. Harga pokok tradisional dalam menetapkannya diletakkan begitu saja, sementara Activity Based Costing menelusuri biaya berdasarkan hubungan sebab akibat. Untuk lebih akuratnya ABC dalam mengkalsifikasikan biaya overhead yang ada, maka Kaplan dan Cooper membaginya sebagai berikut :
1. Biaya variabel jangka pendek (short term variable costs).
2. Biaya variabel jangka panjang (long term variable costs).
3. Biaya tetap (fined costs).

1.4.            Pemacu Biaya (Cost Driver )
Pemacu biaya adalah penyebab terjadinya biaya, sedangkan aktivitas adalah dampaknya. Dalam sistem ABC digunakan beberapa macam pemacu biaya sedangkan pada sistem biaya konvensional hanya digunakan satu pemacu biaya tertentu sebagai basis, misalnya jam orang, jam mesin, atau rupiah tenaga kerja.
Beberapa pemacu biaya yang sering dipakai antara lain :
1. Kelompok tenaga kerja (labor group) : rupiah tenaga kerja, jam tenaga kerja, rupiah tenaga kerja langsung, jam tenaga kerja langsung.
Kelompok ini dipakai pada aktivitas yang elemen biaya utamanya adalah tenaga kerja atau pada aktivitas yang biaya aktivitasnya berubah secara paralel dengan perubahan tenaga kerja. Rupiah tenaga kerja sering dipakai sebagai pemacu biaya asuransi kompensasi tenaga kerja. Pada beberapa instansi, jam tenaga kerja dipakai sebagai pemacu kontribusi pensiun. Jam tenaga kerja juga dapat memacu konsumsi utilitas.
2. Kelompok waktu operasi (operating time group) : cell time, line time, machine
time, cycle time.                 
Dipakai sebagai pemacu. biaya pada satu grup operasi pengerjaan yang merupakan operasi dari suatu peralatan tunggal atau beberapa peralatan. Jenis pemacu biaya ini dapat dibagi menjadi dua subgrup, yaitu machine hour/ cycle time dan line/cell time.
3. Kelompok throughput (throughput group) : potong, galon, satu muatan truk, satu muatan tanker, ton.
Dipakai sebagai pemacu biaya bila biaya utama dari suatu aktivitas ditentukan oleh jumlah unit throughputnya. Sebagai contoh, bahan kimia tertentu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan kimia selalu diukur dalam satuan batch. Satu batch bahan kimia ini lalu  dipacking dalam satuan tanker loads, drum 55 galon, dan karton satu galon. Proses packing ini dapat dipisahkan sebagai tiga aktivitas dengan unit throughput (tanker loads, drum 55 galon, dan karton satu galon) masing-masing sebagai pemacu biaya.
4. Kelompok pemilikan (occupancy group) : ukuran pabrik, lokasi peralatan, nilai
peralatan.
Merupakan pemacu biaya yang dapat untuk mendistribusikan biaya tetap fixed cost) berdasarkan lokasi aktivitas atau aset. Sebagai contoh, depresi bangunan, pajak bangunan, pemeliharaan eksterior atau pelayanan keamanan, didistribusikan berdasarkan luas areal per aktivitas. Depresiasi peralatan atau biaya sewa guna didistribusikan pada aktivitas yang terjadi di lokasi asset tersebut. Kelompok pemacu ini jarang dipakai sebagai dasar untuk penentuan berapa biaya yang terjadi (how much cost), tetapi sering dipakai untuk menentukan dimana biaya didistribusikan (where-to distribution).
5. Permintaan (demand) : perawatan mesin (maintenance)
Dipakai sebagai pemacu bila distribusi biaya pada aktivitas lain atau pada tujuan biaya didasarkan pada permintaan akan aktivitas tersebut. Contohnya adalah perawatan, biaya penawaran akan didistribusikan pada aktivitas atau tujuan biaya yang memerlukan pelayanan perawatan saja. Distribusi biaya yang akurat akan didapat berdasarkan estimasi atau permintaan aktual perawatan. Sama seperti kelompok occupancy, kelompok permintaan ini jarang dipakai untuk menentukan berapa biaya yang terjadi, lebih sering dipakai untuk menentukan dimana biaya harus didistribusikan.
6. Surrogate cost driver : pemasaran, akunting, pembelian
Surrogate cost driver merupakan data atau ukuran yang sudah tersedia di lapangan dan praktis untuk dipakai mendistribusikan suatu biaya ke aktivitas lain atau departemen lain, apabila pemacu biaya yang secara teoritis benar (ideal) sulit diukur datanya. Ada beberapa aktivitas yang pemacu biayanya sulit dan tidak praktis untuk diukur ataupun pemacu biayanya sulit ditentukan dengan tepat. Contohnya adalah production control, accounting, general management, dan marketing. Contoh pemacu biaya ini adalah biaya material (material cost) dan biaya konversi (conversion cost) . Kedua pemacu biaya ini sering dipakai pada perusahaan kecil dan menengah.

Ada dua faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih pemacu biaya yaitu :
a. Biaya pengukuran (cost of measurement)
Dalam sistem ABC, banyak alternatif pemacu biaya yang dapat dipilih dan digunakan. Tetapi lebih baik rnemilih pemacu biaya yang mnggunakan informasi yang telah tersediapengadaan informasi baru merupakan biaya tambahan bagi perusahaan. Sebagai contoh, biaya quality control dan set up memberikan pilihan penggunaan jam inspeksi atau jumlah production runs sebagai pemacu biaya. Apabila jumlah konsumsi dari kedua pemacu biaya tersebut telah tersedia dalam sistem informasi perusahaan, maka yang dipilih adalah tidak penting. Apabila hanya production runs yang tersedia informasinya, pemacu biaya inilah yang terpilih, untuk menwndari biaya pengadaan infonnasi tambahan.
b. Derajat korelasi (degree of correlation) antara pemacu biaya clan konsumsi overhead aktualnya.
Struktur infonnasi yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan cara lain untuk meminimalkan biaya pengumpulan infonnasi konsumsi pemacu biaya. Terdapat kemungkinan untuk menggantikan suatu pemacu biaya yang secara langsung mengukur konsumsi suatu aktivitas dengan pemacu biaya tidak secara langsung mengukur konsumsi tersebut (indirect cost driver atau surrogate cost driver). Misalnya, jam inspeksi dapat digantikan oleh jumlah inspeksi actual tiap produk, angka ini tampak lebih diketahui. Penggantian ini berlaku apabila jam yang digunakan per inspeksi per produk adalah cukup stabil.
Pemacu biaya yang secara tidak langsung mengukur konsumsi suatu aktivitas biasanya mengukur jumlah transaksi yang berhubungan dengan aktivitas tersebut. Apabila jumlah aktivitas yang dikomumsi per transaksi adalah stabil untuk setiap produk maka kita tidak akan kehilangan akurasi. Dalam kasus demikian, pemacu biaya tidak langsung mempunyai korelasi yang tinggi dan dapat digunakan.

1.5.             Kelompok Biaya (COST POOL)
Difinisi kelompok biaya (cost pool) adalah sekelompok biaya yang mempunyai karakteristik sama. Karakteristik ini berkaitan dengan tolak ukur aktivitas yang sama, untuk maksud pembebanan biaya produk. Dalam studi kasus ini, biaya-biaya utama dibagi menjadi kelompok-kelompok biaya, agar pembebanan biayanya bisa dilakukan dengan lebih akurat.

1.6.             Prosedur Biaya Tahap Sistem ABC
Sistem biaya tradisional mendistribusikan biaya overhead produksi ke produksi dengan menggunakan dasar aplikasi yang disebut dengan unit based measures (pengukuran berdasarkan jumlah unit), yaitu jam tenaga ke rja langsung, biaya tenaga kerja langsung, jam mesin, biaya bahan baku langsung, atau dibebankan secara rata pada seluruh produk yang dihasilkan. Sistem biaya ini mengasumsikan bahwa sumber daya yang dikonsumsi proporsional dengan acuan tersebut.
Sistem biaya tradisional ini menggunakan pembebanan dua tahap. Tahap pertama biaya overhead produksi didistribusikan ke pusat-pusat biaya (cost center). Pada tahap kedua, biaya yang terakumulasi dalam tiap pusat biaya dialokasikan ke produk dengan menggunakan pemacu unit based tadi.


1. Prosedur Tahap Pertama
Sistem ABC merupakan suatu sistem yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas dan kemudian ke produk. Dalam sistem ABC juga dikenal adanya prosedur pembebanan biaya dua tahap. Tahap pertama adalah pembebanan biaya pemakaian sumber daya kepada aktivitas-aktivitas. Sedangkan tahap kedua pembebanan biaya aktivitas kepada produk berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi produk tersebut.
2. Prosedur Tahap Kedua
Dalam tahap kedua, biaya setiap kelompok biaya dibebankan ke produk. Ini dilakukan dengan menggunakan tarif kelompok yang dihitung pada tahap pertama dikalikan dengan jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap produk.
 Dengan demikian, overhead yang dibebankan setiap kelompok biaya ke produk dihitung sebagai berikut :
Overhead yang dibebankan = tarif kelompok x jumlah pemacu biaya yang dikonsumsi

Sebagai contoh, pembebanan biaya overhead kelompok pertama dan kedua dilakukan untuk jenis pupuk, A dan B sebagai berikut : Biaya overhead kelompok 1 dan 2 dijumlahkan untuk mendapatkan biaya overhead total. Dengan menambahkan biaya overhead total ke biaya utama akan didapat biaya manufacturing total. Biaya manufacturing total ini kemudian dibagi dengan jumlah unit produk yang dihasilkan untuk mendapatkan biaya manufacturing per unit.
Baik dalam kalkulasi biaya tradisional maupun kalkulasi biaya ABC, keduanya terdiri dari dua tahap. Tahap keduanya juga sama-sama menelusuri biaya ke produk. Perbedaannya adalah bahwa dalam tahap pertama sistem biaya tradisional, biaya ditelusuri ke pusat biaya, bukan ke aktivitas. Selain itu pemacu biaya yang digunakan untuk membebankan biaya pada tahap kedua sistem ABC lebih banyak dan lebih akurat dibandingkan dengan system Tradisional.
2.      Balanced Scorecard
1.1 Konsep, Sejarah, dan Perkembangan Balanced Scorecard
Pertama kali diperkenalkan di USA yang pada awalnya ditujukan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan. Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian riset kantor akuntan publik KPMG di USA yang diketahui oleh David P. Norton, mensponsori studi tentang : “Pengukuran kinerja dalam organisasi masa depan” studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai.
Balanced Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha para eksekutif ke kinerja keuangan dan non keuangan. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul :Balanced Scorecard-Measures That Drive Performance”. Dalam Harvard Business Review (Januari-Februari 1992). Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masa yang akan datang, diperlukan ukuran yang komprehensif yang mencakup 4 (empat) perspektif : perspektif keuangan, perspektif pelanggan, pespektif proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Balanced Scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan implementasi konsep tersebut. Balanced Scorecard terdiri dari dua kata : (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan. Melaui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Berdasarkan konsep balanced scorecard kinerja keuangan sebenarnya merupakan hasil atau akibat dari kinerja non keuangan (pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan).
Pada awal implementasi balanced scorecard perusahaan yang ikut serta dalam eksperimen tersebut memperlihatkan pelipatgandaan kinerja keuangan mereka. Keberhasilan ini didasari sebagai akibat dari penggunaan ukuran kinerja balanced scorecard yang komprehensif. Dengan menambah ukuran kinerja non keuangan, eksekutif dipacu untuk memperlihatkan dan melaksanakan usaha-usaha yang merupakan pemacu sesungguhnya (the real driver) untuk mewujudkan kinerja keuangan. Itulah sebabnya mengapa balanced scorecard disebut “Measure That Driver Performance”. Dalam tahap implementasi, pelaksanaan rencana dipantau dengan  pendekatan balanced scorecard dalam pengukuran kinerja eksekutif dalam empat perspektif : keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan 15 pertumbuhan. Pada tahap pemantauan, hasil pengukuran kinerja berdasarkan pendekatan balanced scorecard dikomunikasikan kepada eksekutif untuk memberikan umpan balik (feedback) tentang kinerja mereka, sehingga mereka dapat mengambil keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka.
Pada tahap perkembangannya, balanced scorecard dimanfaatkan untuk setiap sistem manajemen strategik, sejak tahap perumusan strategi sampai tahap implementasi dan pemantauan. Pada tahap perumusan strategi balanced scorecard digunakan untuk memperluas cakrawala dalam menafsirkan hasil penginderaan terhadap trend perubahan lingkungan macro dan lingkungan industri kedalam perspektif yang lebih luas : keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui empat perspektif balanced scorecard, manajemen mampu menafsirkan dampak trend perubahan lingkungan bisnis yang kompetitif terhadap visi, misi, tujuan dan sasaran strategi perusahaan.
1.2. Pengertian Balanced Scorecard
Pada tahun 1960-an Garrison (2000: 112), Perancis mengembangkan suatu konsep yang sama dengan balance scorecard yang dinamai “Tableau de Bord” atau “Dashboard”. Di Eropa khusunsya di Perancis, manager telah menggunakan pendekatan pengukuran kinerja, tableau de Bord, yang sangat mirip dengan Balanced Scorecard. Tableau de Bord mengidentifikasikan pemicu keberhasilan perusahaan dalam 4 bidang : logistic, pemanufacturan, personalia dan administrasi. Balaced Scorecard pertama kali diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton di Harvard Business Revue Edisi Januari – Februari 1992 yang merupakan salah satu alat manajemen strategi yang terdiri dari satu rangkaian pengukuran yang dapat memberikan gambaran non keuangan.
Balanced Scorecard cocok satu sama lain activity based responsibility accounting, karena Balanced Scorecard memfokuskan pada proses dan memerlukan penggunaan informasi berbasis aktfifitas untuk menerapakan banyak
tujuan dan tolak ukurnya.
Menurut Munawir (2002: 437) pengertian balanced Scorecard adalah : “Suatu kartu skor yang digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan, dan untuk mencatat skor hasil kinerja yang sesungguhnya dicapai oleh seseorang”. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis dalam perusahaan, serta proses pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui mekanisme sebab akibat (cause and effect), perspektif keuangan menjadi tolak ukur utama yang dijelaskan oleh tolak ukur operasional pada tiga perspektif lainnya sebagai driver (lead indication).
Menurut Yuwono (2003: 8) mengemukakan bahwa Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat, dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis.
Menurut Umar (2002: 370) megemukakan definisi Balanced Scorecard Penekanan pendekatan pada perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement), bukan hanya sekedar pada pencapaian suatu tujuan yang sempit, seperti laba sekian miliar rupiah. Perbaikan yang berkesinambungan ini penting agar organisasi dapat bersaing.
Menurut Mulyadi (2001: 1) bahwa Balanced Scorecard merupakan Seperangkat peralatan manajemen yang digunakan untuk mendongkrak kemampuan organisasi dalam melipatgandakan kinerja keuangan yang mencakup empat perspektif yaitu: keuangan, konsumen, proses bisnis / intern, dan pembelajaran dan pertumbuhan.
Selanjutnya Balanced Scorecard menurut Kaplan dan Norton (2000: 117) ukuran kinerja keuangan saja tidaklah cukup untuk menilai kinerja perusahaan yang diharapkan berhasil di masa depan tetapi juga harus memperhatikan empat aspek ukuran kinerja yaitu: perspektif belajar dan tumbuh (learning and growth perspective), perspektif proses internal / bisnis (customer perspective), dan perspektif keuangan (financial perspective).
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa balanced scorecard adalah sistem manajemen strategik yang menerjemahkan misi dan strategi suatu organisasi dalam tujuan dan ukuran operasional. Tujuan dan ukuran dikembangkan untuk empat perspektif yaitu: perspektif keuangan, perspektif konsumen, perspektif proses bisnis, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Tujuan dan ukuran untuk keempat perspektif tersebut dihubungkandengan serentetan hipotesis sebab dan akibat sehingga menghasilkan testable
strategy dan memberikan feedback bagi para manajer.

1.3.  Proses Penyusunan Balanced Scorecard
Menurut Suhendra (2004), mengemukakan bahwa bangunan balanced scorecard dimulai dari visi perusahaan. Kemudian visi ini diuraikan dalam perspektif-perspektif pengukuran. Pada masing-masing perspektif tersebut ditetapkan tujuan-tujuan strategis yang lebih spesifik yang merupakan penjabaran dari visi perusahaan. Atas dasar tujuan strategis ini, perusahaan kemudian
menetapkan fakor-faktor keberhasilan kritikal agar visi perusahaan bias diwujudkan. Setelah penetapan fakor-faktor keberhasilan kritikal ini, kemudian ditentukan ukuran-ukuran strategis yang mencerminkan strategi perusahaan. Terakhir, perusahaan menyiapkan langkah-langkah spesifik yang akan dilakukan pada masa mendatang agar tercapai tujuan tujuan strategis yang merupakan syarat bagi pencapaian misi perusahaan.

1.4.  Manfaat Balanced Scorecard
Manfaat Balanced Scorecard bagi perusahaan menurut Kaplan dan Norton (2000: 122) adalah sebagai berikut :
1. Balanced Scorecard mengintegrasikan strategi dan visi perusahaan untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
2. Balanced Scorecard memungkinkan manajer untuk melihat bisnis dalam perspektif keuangan dan non keuangan (pelanggan, proses bisnis internal, dan belajar dan bertumbuh)
3. Balanced Scorecard memungkinkan manajer menilai apa yang telah mereka investasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur demi perbaikan kinerja perusahaan dimasa mendatang.

1.5. Komponen-Komponen dalam Balanced Scorecard
Balanced Scorecard yang dirancang dengan baik mengkombinasikan antara pengukuran keuangan dari kinerja masa lalu dengan pengukuran dari pemicu kerja masa depan perusahaan. Tujuan spesifik pengukuran balanced scorecard perusahaan dijabarkan dari visi dan strategi perusahaan. Adapun berikut ini akan dijelaskan mengenai komponen-komponen penting dalam Balanced Scorecard.

1.      Perspektif Keuangan
Secara tradisional, laporan keuangan merupakan indikator historis agregatif yang merefleksikan akibat dari implementasi dan eksekusi strategi dalam satu periode. Pengukuran kinerja keuangan akan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi keuntungan perusahaan. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam sasaran-sasaran yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha, dan nilai pemegang saham. Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu: growth, sustain, dan harvest. Tiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda, sehingga penekanan pengukurannya pun berbeda pula. Adapun tahapan-tahapan tersebut menurut Kaplan & Norton (2000: 136) yaitu :
a.       Tahap Pertumbuhan (growth)
Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Di sini, manajemen terikat dengan komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan suatu produk/jasa dan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur, dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta membina dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Dengan demikian, tolak ukur kinerja yang cocok dengan tahap ini adalah, misalnya tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan.
b. Tahap Bertahan (sustain)
Tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkan pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, peusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya jika mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan bottleneck, mengembangkan kapasitas, dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan tolak ukur yang kerap digunakan pada tahap ini, misalnya ROI, ROCE, dan EVA.
c. Tahap Panen (harvest)
Tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar memanen/menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam tahap ini, sehingga diambil sebagai tolak ukur, adalah memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.

2.       Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan Balanced Scorecard, para manajer mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar dimana unit bisnis tersebut akan bersaing dengan berbagai ukuran kinerja unit bisnis di dalam sasaran masingmasing. Perspekitf ini biasanya terdiri atas beberapa ukuran utama atau ukuran ginerik keberhasilan perusahaan dari strategi yang dirumuskan dan dilaksanakan dengan baik
Ada dua kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan yaitu Care Measurement Group dan Customer Value Proposition (Kaplan & Norton, 2000: 150) :
1. Kelompok yang pertama Care Measurement Group, terdapat lima tolak ukur yang tergabung dalam kelompok dibawah ini :
a. Market Share, yang mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan.
b. Customer Acquisition, tingkat dimana perusahaan mampu menarik konsumen baru.
c. Customer Retention, tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen lamanya.
d. Customer Satisfaction, tingkat kepuasan konsumen terhadap criteria kinerja tertentu, seperti tingkat pelayanan.
e. Customer Profitability, suatu tingkat laba bersih yang diperoleh perusahaan dari suatu target atau segmen pasar yang dilayani.

2. Kelompok yang kedua disebut Customer Value Proposition atau proporsi nilai pelanggan yang menggambarkan performance’s driver (pemicu kerja) yang menyangkut pertanyaan apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan loyalitas, retensi dan akuisisi konsumen yang tinggi. Atribut yang disajikan perusahaan dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu:
1. Product or Services Atributes, meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga dan kualitasnya. Dalam hal ini prioritas konsumen bisa berbeda-beda, ada konsumen yang mengutamakan fungsi dari produk, penyampaian yang tepat waktu dan harga murah.
2. Customer Relationship, meliputi pengiriman produk dan jasa kepada pelanggan, termasuk dimensi waktu dan respon pelanggan dan apa yang dirasakan pelanggan saat membeli produk dari perusahaan.
3. Image and Reputation, menggambarkan factor-faktor intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan.

3.       Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif ini, agar dapat menentukan tolak ukur bagi kinerja ini, manajemen perusahaan pertama-tama perlu mengidentifikasi proses bsinis internal yang terdapat di dalam perusahaan. Menurut Kaplan & Norton (2000: 169), pendekatan Balanced Scorecard membagi pengukuran dalam perspektif proses bisnis internal menjadi tiga bagian:
a. Inovasi (Innovation)
Proses inovasi dibagi menjadi dua bagian yaitu mengidentifikasi kebutuhan pasar dan menciptakan produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut.
b. Operasi (Operations)
Tahapan ini merupakan tahapan aksi dimana perusahaan secara nyata berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan mereka.
c. Pelayanan Purna Jual (Postsale Service)
Tahapan ini perusahaan berupaya untuk memberikan manfaat tambahan kepada para pelanggan yang telah memberi produk-produknya dalam berbagai layanan purna transaksi jual-beli, seperti garansi, aktivitas perbaikan dan pemrosesan pembayaran.
4.      Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang. Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur.
Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1.      Kapabilitas pekerja.
Kapabilitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a.       Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b.      Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c.       Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.
2.      Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem informasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3.      Iklim organisasi
Hal yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.






CONTOH KASUS
PENENTUAN HPP DENGAN METODE
ACTIVITY BASED COSTING
PT. ADIP memproduksi empat jenis produk yaitu : B, L, U , E dan dengan data sebagai berikut :
keterangan
B
L
U
E
Total
Unit Keluaran
400 unit
450 unit
750 unit
600 unit
2.200 unit
Biaya Material
(Material Cost)
Rp.100.000
Rp.150.000
Rp.200.000
Rp.250.000
Rp.700.000
Jam Impeksi
(Inspection Hours)
60 jam
90 jam
150 jam
100 jam
400 jam
Kilowatt
(Kilowatt Hours)
900 jam
1.300 jam
1.700 jam
2.100 jam
6.000 jam
Jam Mesin
(Machine Hours)
350 jam
500 jam
650 jam
1.000 jam
2.500 jam
Putaran Produksi
(Production Cycle)
40
30
75
55
200
Jam kerja Langsung
(Direct Labour Hours)
75 jam
95 jam
120 jam
60 jam
350 jam
Biaya tenaga kerja Rp.                                                                                                 400 / jam
Biaya Overhead Pabrik
• Biaya inspeksi pabrik (Factory inspection expense) Rp. 40.000
• Biaya Listrik                                                              Rp. 70.000
• Biaya perawatan mesin (machine maintenance cost)             Rp. 90.000
• Biaya Persiapan produksi (product preparation cost) Rp. 150.000
Rp. 350.000
Hitunglah harga pokok per unit :
a. Menggunakan metode konvensional dengan memakai tarif overhead jam tenaga kerja

b. Menggunakan ABC dengan pemacu biaya sebagai berikut :
 Biaya Inspeksi pabrik dialokasikan berdasarkan jam inspeksi
 Biaya Listrik dialokasikan berdsarkan kilowatt jam
 Biaya perawatan mesin dialokasikan berdasarkan jam mesin
 Biaya persiapan produksi dialokasikan berdasarkan putaran produksi
c. Bandingkan hasil dari kedua metode tersebut!




A. Metode konvensional :
Tarif BOP : 350.000 / 2500 JTK = Rp 140 / Jam Mesin
keterangan
B
L
U
E
Biaya material
100.000
150.000
200.000
250.000
BTKL
30.000
38.000
48.000
24.000
Biaya Utama
130.000
188.000
48.000
274.000
BOP@140
49.000
70.000
91.000
140.000
HPP
1 79.000 
258.000 
339.000 Rp
414.000
Unit yang diproduksi
400 Unit
450 Unit
750 Unit
600 Unit
HPP/Unit
447.50
573.33
452
690

B. Metode ABC :

Tarif BOP :
Biaya Inspeksi Pabrik Rp 40.000 / 400 Jam = Rp 100 / Jam inspeksi
Biaya Listrik Rp 70.000 / 6000 Jam = 11.67 / kilojam
Biaya Perawatan mesin Rp 90.000 / 2500 = 36 / Jam mesin
Biaya Persiapan Produksi Rp 150.000 / 200 = 750 / putaran
Keterangan
B
L
U
E
Biaya Utama
Rp 130.000
Rp 188.000
Rp 248.000
Rp 274.000
Biaya Inspeksi @ Rp 100 / jam
Rp 6000
Rp 9000
Rp 15.000
Rp 10.000
Biaya Listrik
@ Rp 11.67 /kwh
Rp 10.503
Rp 15.171
Rp 19.839
Rp 24.507
Biaya Perawatan
@ Rp 36/ jam
Rp 12.600
Rp 18.000
Rp 23.400
Rp 36.000
Biaya persiapan @ Rp 750 / putaran
Rp 30.000
Rp 30.000
Rp 56.250
Rp 41.250
HPP : Unit Produksi


Rp 189.103
Rp 260.171
Rp 362.489
Rp 385.757
HPP/Unit



Rp 472.76
Rp 578.16
Rp 483.31
Rp 642.93

Membandingkan hasil yang diperoleh
Keterangan
B
L
U
E
HPP / Unit Konvensional
Rp 447.50
Rp 573.33
Rp 452
Rp 690
HPP / Unit ABC
Rp 472.76
Rp 578.16
Rp 483.31
Rp 642.93
% perubahan pemakaian ABC


Rp 5.34 %

Rp 0.83 %

Rp 6.48 %

Rp -7.32 %

Metode ABC membebankan BOP lebih besar terhadap produksi dengan volume lebih rendah sehingga HPP / unit yang menjadi lebih mahal dan membebankan BOP lebih kecil terhadap produksi dengan volume yang lebih tinggi sehingga HPP/unit lebih murah.
Contoh Kasus Balance Scorecard
PERFORMANCE MANAGEMENT SYSTEM DI PT KOJO
PT. KOJO adalah perusahaan yang bergerak dibidang property migas yang beroperasi di wilayah Kalimantan Timur dan Riau, Klien PT KOJO terdiri dari para kontraktor Migas seperti Schlumberger, Haliburton, BJ Service, EMI dll. PT. KOJO menerapkan Performance Management system dengan pola 2 kaki yaitu management by Objective dengan mengimplementasikan Balanced Scorecard dan Management by values melalui competency model.  KOJO mencoba menyeimbangkan orientasi hasil dan orientasi proses, mencoba membangun system pengukuran kinerja serta membangun juga budaya perusahaan yang mantap dan dapat dianut oleh seluruh stakeholders.
Lebih jauh lagi dalam implementasinya, KOJO juga focus dalam menciptakan tenaga kerja yang professional dengan menggunakan system pengukuran balanced scorecard. Melalui balanced scorecard setiap departemen harus terlibat dalam menunjang rencana strategis perusahaan.
Dalam tataran operasionalnya keseluruhan sasaran strategis akan diturunkan kedalam sasaran strategis departemen (cascading) dan masing-masing diberikan Key Performance Indicator untuk mengukurnya.

TREND WATCHING MELALUI ANALISA SWOT BERBASIS BALANCED SCORECARD
Mengawali proses Balanced Scorecard KOJO melakukan analisa SWOT dengan berbasis balanced scorecard sehingga didapat sebagai berikut:

Ancaman
Peluang
Kekuatan
Kelemahan
Keuangan
Inflasi, kenaikan harga pangan, listrik dan fluktuasi harga minyak
Perkembangan ekonomi yang bagus
Keuangan yang sehat
Cashflow yang kurang terkelola
Pelanggan
Kompetitor baru
Munculnya pelanggan baru di migas
Reputasi perusahaan di bidang support base
Pelayanan yang kurang maksimal
Proses Internal
Audit client dan Gangguan LSM lokal
Adanya upaya untuk perbaikan proses pelayanan dan produksi
Terjaganya prosedur melalui sistem Balanced Scorecard
Ktidak konsistenan dalam menjalankan prosedur
Pembelajaran dan pertumbuhan
Pembajakan karyawan
Munculnya karyawan muda dan terampil
Manajemen yang berpengalaman
Masih adanya karyawan tua dan kurang terampil

Terdapat kondisi yang mendukung dilakukannya perancangan dan penerapan BSC sebagai suatu sistem manajemen strategis yang sekaligus digunakan sebagai instrumen pengukuran kinerja di PT. KOJO.
Kondisi Pertama, yang mendukung penerapan BSC adalah PT. KOJO telah memiliki visi dan misi yang jelas dan mudah dipahami serta dituangkan dalam konsep-konsep strategis yang gamblang. Hal ini relatif memudahkan identifikasi sasaran strategis perusahaan dan perancangan model BSC yang sesuai dengan arah strategi perusahaan. Keberhasilan identifikasi strategi perusahaan beserta sasaran-sasarannya akan memudahkan pemilihan berbagai tolok ukur kinerja bisnis yang sesuai untuk PT. KOJO.
Kondisi Kedua, struktur organisasi PT. KOJO yang didominasi oleh keleompok-kelompok fungsional ( Urusan-urusan dan grup-grup) relatif berhasil mengurangi herarkisme organisasi. Hal ini memungkinkan terjadinya komunikasi yang efektif diantara seluruh individu dalam organisasai. Dengan demikian visi, misi dan strategi usaha yang dirancang di tingkat puncak akan dapat dikomunikasikan secara efektif keseluruh individu dalam organisasi perusahaan. Kesatuan pemehaman seluruh individu atas visi, misi dan strategi perusahaan sangatlah penting untuk mendukung keberhasilan implementasi BSC untuk mengukur kinerja bisnis, dan juga proses evaluasi serta proses umpan baliknya. Dengan adanya kesatuan pemahaman tersebut, setiap individu akan berusaha menyelaraskan tujuan atau sasaran kerjanya ( personal goals ) dengan sasaran strategis perusahaan, sehingga pada akhirnya pencapaian sasaran strategis perusahaan akan berarti pencapaian tujuan setiap individu. Hal ini pada akhirnya akan memberikan kepuasan kerja pada seluruh karyawan, dan manajemen pun akan lebih mudah melakukan penilaian atas kinerja setiap individu guna menentukan kompensasi secara objektif.
Kondisi Ketiga, kondisi persaingan yang semakin meningkat, mendorong PT KOJO untuk senantiasa merumuskan dan mengevaluasi secara terus menerus strategi usahanya untuk dapat bertahan dan memenangkan persaingan. Untuk dapat mengevaluasi efektivitas strategi usaha pencapaian sasaran-sasaran strategis perusahaan secara tepat, PT. KOJO memerlukan suatu instrumen pengukuran kinerja bisnis yang dapat memberikan informasi tentang keberhasilan strategi dan operasi bisnis perusahaan secara komprehensif, bukan hanya dari aspek keuangan, namun juga dari seluruh aspek yang terlibat dan berpengaruh secara signifikan terhadap proses bisnis secara keseluruhan. Karakteristik instrumen pengukuran kinerja seperti ini dapat ditemukan pada konsep BSC.
Kondisi Keempat, komposisi sumber daya manusia di PT. KOJO yang sebagian besar berusia relatif muda ( 49% pegawai berusaha dibawah 30 tahun, 45% berusia antara 31-40 tahun, dan sisanya diatas 40 tahun ) yang sebagian besar berpendidikan sarjana memungkinkan adanya dinamika dan progresivitas proses manajerial. Lazimnya, pegawai berusia muda relatif lebih tanggap terhadap perubahan dan lebih dapat diterima adanya sistem baru secara mudah. Kondisi semacam ini jelas sangat kondusif bagi penerapan BSC sebagai instrumen pengukuran kinerja bisnis di PT. KOJO.
Dengan kondisi-kondisi seperti tersebut diatas maka PT. KOJO sangat tepat untuk segera menerapkan sistem strategis manajemen berbasis BSC yang dapat digunakan sebagai suatu sistem pengukuran kinerja yang komprehensif dalam melihat kinerja perusahaan dari berbagai sudut pandang yang sangat seimbang.

PENENTUAN VISI DAN MISI SERTA STRATEGI
Untuk menjalankan kegiatan operasionalnya, PT. KOJO telah menyusun perencanaan bisnis dimana di dalamnya diterapkan visi dan  misi perusahaan, yang merupakan pernyataan tujuan jangka panjang perusahaan, termasuk strategi yang akan digunakan untuk berkompetisi.
Visi
Perusahaan yang terpercaya dalam  pengembangan property di bidang  industry pertambangan dan energy global

Misi
Perusahaan Maju yang memberikan pelayanan yang inovatif dalam memenuhi kebutuhan client serta dikelola secara professional

Values
Pernyataan misi diatas telah memperhatikan perspektif secara berimbang:
1.    Keuangan, yang ditransformasikan dengan perusahaan maju
2.    Pelanggan, yang ditransformasikan dengan dalam memenuhi kebutuhan client
3.    Bisnis internal, yang ditransformasikan dalam pelayanan yang inovatif
4.    Pertumbuhan dan pembelajaran, yang ditransformasikan dengan secara professional. Hal ini menunjukkan perhatian perusahaan pada upaya peningkatan keahlian dan profesionalitas pegawai

PROSES DESIGN BALANCED SCORECARD
Dalam tahap awal perancangan BSC haruslah dibentuk tim kerja yang dipimpin oleh Pimpinan dengan anggota dari berbagai bagian dalam perusahaan, sehingga seluruh bagian dalam perusahaan terwakili. Tim kerja ini akan didampingi dan bekerja sama dengan Tim dari luar perusahaan yang mengerti dan memahami konsep ini secara baik dan benar. Dalam contoh ini Tim kerja dari dalam perusahaan tidak dibentuk, oleh karenanya rancangan ini nantinya diharapkan dapat menjadi model dasar BSC yang dapat diimplementasikan di PT. KOJO atau sebagai contoh bagi perusahaan lain.
Proses selanjutnya dari perancangan BSC ini adalah mengevaluasi visi, misi dan strategis yang ada. Apakah masih akan dipertahankan atau dilakukan perubahan sesuai dengan hasil analisis terhadap visi dan misi perusahaan termasuk analisis terhadap strategis yang digunakan. Hal ini akan lebih baik jika didukung oleh suatu penelitian mengenai tren industri oil support base.

PENENTUAN STRATEGI
Tahapan selanjutnya adalah penentuan strategi yang akan digunakan oleh PT. KOJO dalam menjalankan usahanya.

Model ini menunjukan dua variabel untuk menentukan strategi perusahaan, yaitu daya tarik industri ( industry attractiveness ) dan kekuatan bisnis perusahaan ( business strength ) dalam penguasaan pangsa pasar yang ada.
Dari hasil analisis ternyata daya tarik industri tinggi, hal ini terbukti dengan banyaknya peminat yang masuk wilayah oil support base, dan PT KOJO, memiliki kekuatan usaha yang sangat kuat dalam penguasaan pangsa pasar. Maka strategi yang dipilih adalah strategi pertumbuhan ( growth strategy ). Pertimbangan lainnya dalam pemilihan strategi ini adalah kesesuaian visi dan misi perusahaan. Dimana untuk dapat mencapai visi dan misi perusahaan seperti tersebut diatas maka perusahaan harus terus berkembang.

PEMILIHAN PERSPEKTIF DAN PENENTUAN SASARAN STRATEGIS
Penentuan persepektif yang akan digunakan untuk menjabarkan strategi ke dalam istilah-istilah operasional ( translating strategy into operational terms ) dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan antara aspek keuangan dan non keuangan, aspek masa lalu dan aspek masa depan, serta aspek eksternal dan aspek internal. Untuk itu empat perspektif yang ditawarkan Kaplan dan Norton dalam konsep BSC diterapkan yaitu :
1. Perspektif Keuangan
2. Perspektif Pelanggan
3. Perspektif Internal Bisnis, dan
4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran

Keempat perspektif tersebut dianggap mencukupi dengan sedikit perubahan nama dalam perspektif pelanggan menjadi perspektif nasabah, sesuai dengan keunikan dari industri perbankan itu sendiri dimana pelanggan memiliki penamaan sendiri yaitu ” client “.
Dari berbagai data yang ada seperti data perancangan strategis dari hasil wawancara dengan berbagai pihak di PT. KOJO, yaitu penentuan sasaran-sasaran strategis didalam setiap perspektif, dapat di laksanakan. Dari proses ini penentuan sasaran-sasaran strategis PT. KOJO adalah :
1. Meningkatkan pendapatan melalui proyek konstruksi dan efisiensi.
2. Meningkatkan mutu pelayanan kepada client.
3. Meningkatkan jumlah workshop untuk disewakan.
5. Mengembangkan teknologi.
6. Meningkatkan profesionalisme pegawai, dan
7. Meningkatkan pengawasan dan budaya patuh pada aturan.

Sasaran strategis tersebut kemudian diturunkan ke tingkat divisi dan departemen.
Dari seluruh sasaran strategis yang sudah disiapkan dibuatlah masing-masing KPI (Key Performance Indicator)nya, KPI tersebut diturunkan pula dari KPI strategi sampai dengan KPI departemen, bahkan untuk keperluan evaluasi karyawan diturunkan pula ke tataran Job/Jabatan. Berikut contohnya:

Untuk mempermudah proses cascading strategi maka dibuatlah peta strategy (strategic mapnya), 
Perspektif  Keuangan PT. KOJO 
Dengan strategi pertumbuhan pendapatan tersebut, maka tolok ukur keuangan yang sebaiknya dijadikan sebagai tolok ukur kinerja bisnis yang utama adalah tolok ukur keuangan. Tolok ukur ini dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian sasaran strategis PT. KOJO dalam hal pendapatannya, yaitu :
a. Return on Assets ( ROA )Yaitu persentase laba kotor yang dicapai perusahaan dibandingkan dengan total aktiva perusahaan. Kenaikan atau penurunan ROA dari satu periode akuntansi berikutnya dapat dijadikan ukuran pertumbuhan pendapatan perusahaan. Jika tolok ukur ini dirata-ratakan untuk beberapa periode, akan menghasilkan tingkat pertumbuhan pendapatan rata-rata ( average growth rate )
b. Net Margin ( Laba setelah Pajak ).Pertumbuhan atau penurunan laba dari period eke periode juga dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan pertumbuhan pendapatan perusahaan. Jika tolok ukur ini dirata-ratakan untuk beberapa periode, akan menghasilkan tingkat pertumbuhan pendapatan rata-rata ( average growth rate )
c. Revenue mix ( bauran pendapatan )Yaitu melihat pendapatan dari berbagai sumber darimana pendapatan tersebut diperoleh, seperti bernagai macam produk atau nasabah (segmen ). Ukuran ini untuk mengukur kinerja atau profitabilitas berbagai macam produk yang ada dan setiap segmen nasabah.

Perspektif Client PT. KOJO 
Sasaran stratedi dalam perspektif nasabah meliputi :
1. Miningkatkan mutu pelayanan kepada client, dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan client dan juga mempertahankan client.
2. Meningkatkan jumlah workshop untuk disewakan. Dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah client dan pangsa pasar.
3. Kedua sasaran strategis tersebut diatas sejalan dengan strategi pertumbuhan perusahaan dan sasaran strategis berupa meningkatkan pendapatan pada perspektif keuangan.Dengan demikian, tolok ukur yang tepat untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis dalam perspektif nasabah adalah :
a. Tingkat Kepuasan client ( client satisfaction )Tolok ukur ini dapat diketahui melalui survey kepada client secara periodic. Salah satu metode survey yang dapat digunakan adalah dengan metode servqual. Metode ini merupakan cara untuk mengetahui seberapa besar kesenjangan ( gap ) antara harapan ( expectation ) client dan persepsi client terhadap pelayanan yang diberikan PT. KOJO. Masing-masing item pernyataan dari harapan dan persepsi nasabah diberikan nilai ( score ) untuk dapat melihat selisih ( gap ) antara harapan pelanggan dan persepsinya.
b. Penguasaan Pasar ( marker share )Tolok ukur ini merupakan tolok ukur yang penting karena terkait erat dengan visi PT. KOJO. Pangsa pasar dihitung dari besarnya pasar atau jumlah nasabah yang berhasil dikuasai PT. KOJO dibandingkan dengan total pasar atau jumlah nasabah potensial dalam bisnis oil support di indonesia. Secara singkat peningkatan penguasaan pangsa pasar ini disebabkan oleh dua hal yaitu kemampuan perusahaan untuk mempertahankan client lama dan memperoleh client baru.
c. Kemampuan untuk mempertahankan client lama atau retensi client (client retention).Tolok ukur ini dapat dihitung dari perbandingan antara jumlah pelanggan yang tetap setia dengan KOJO untuk suatu periode sebelumnya. Hasilnya dibandingkan dengan standar atau criteria yang telah ditentukan, untuk menilai apakah PT KOJO dapat mempertahankan clientnya dengan baik atau tidak.
d. Kemampuan memperoleh client baru atau akuisisi client (client acquisition) Tolok ukur ini dapat dilihat dari besarnya jumlah client baru yang berhasil diperoleh PT. KOJO dibandingkan dengan estimasi jumlah pelanggan potensial atau dibandingkan dengan estimasi kemampuan pesaing. Hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan sbelumnya.

Perspektif  Proses Bisnis Internal PT. KOJO
Perspektif ini memiliki dua sasaran strategis yaitu:
1. Mengembangkan jasa-jasa baru yang dapat diandalkan, dan
2. Meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi dan kerja sama dengan pihak ketiga
Sasaran strategis pertama ; berupa pengembangan jasa-jasa baru yang dapat diandalkan untuk mengantisipasi kebutuhan client akan layanan jasa migas sehingga client lama dapat dipertahankan dan client baru dapat diperoleh yang pada akhirnya akan memperbesar pengusaan pangsa pasar, PT. KOJO dan meningkatkan nilai bauran pendapatan. Tolok ukur yang tepat untuk mengukur keberhasilan pencapaian strategis ini adalah :
a.      Pendapatan layanan Baru
Tolok ukur ini berguna untuk mengukur tingkat keberhasilan layanan-layanan baru dalam meraih pendapatan selama periode tertentu. Misalnya, dengan menghitung pendapatan yang berasal dari setiap layanan baru ( revenue of new product ) untuk suatu periode tertentu dibandingkan dengan total pendapatan PT. KOJO dalam periode tersebut. Disamping itu, keadaan layanan baru dapat pula diukur dari kontribusinya dalam meraih client atau jumlah client lama yang menggunakan atau beralih ke layanan baru tersebut. Misalnya dengan cara menghitung persentase jumlah client untuk suatu produk baru dibandingkan total jumlah client PT. KOJO secara keseluruhan. Makin besar kontribusi yang diberikan suatu produk baru, makin menandakan keandalan produk tersebut untuk meningkatkan pendapatan perusahaan.
b.      Siklus Pelayanan
Tolok ukur ini berguna sebagai dasar untuk menilai responsitivitas dalam mengantisipasi kebutuhan nasabah dan tingkat inovasi PT. KOJO. Semakin cepat siklus pelayanan dihasilkan dapat berarti bahwa perusahaan semakin responsif dan pegawai semakin tinggi tingkat keahliannya.
Sasaran Strategis Kedua ; adalah peningkatan penggunaan teknologi informasi. Hal ini bertujuan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada para client dan untuk memperlancar bergulirnya proses diseluruh bagian perusahaan. Tolok Ukur yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis ini adalah :
a.      Tingkat Kesalahan Layanan ( service error rate ).
Tolok ukur ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa sering pegawai melakukan kesalahan dalam memberikan layanan kepada client termasuk tingkat kesalahan pekerjaan lain yang menjadi tugasnya. untuk melihat kebenaran dari tingkat kesalahan layanan ini bisa dilakukan dengan melakukan audit kualitas layanan ( service quality audit ). Semakin rendah tingkat kesalahan layanan maka tingkat kepuasan client akan semakin tinggi.
b.     Waktu Pelayanan (Service time )
Tolok ukur ini digunakan untuk mengukur kecepatan pelayanan yang dilakukan..

Perspektif  Pembelajaran dan pertumbuhan
Perspektif ini mengacu pada profesionalisme pegawai, dalam hal ini bisa diukur dengan:
a.    Training Index, yaitu jumlah training yang dilakukan oleh perusahaan kepada karyawan
b.    Turnover karyawan, yaitu berapa banyak orang yang keluar masuk secara cepat dalam periode tersebut.
c. Berapa banyak tingkat produktivitas yang dihasilkan oleh karyawan.
  
Sumber:
1.      http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI.AKUNTANSI-AGUS_WIDARSONO. BalanceScoreCard.pdf                                                                                                           
terbit: /2008. 01.1
2.      http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/10364/894/content%202.pdf
3.      http://arsip.uii.ac.id/files/
terbit : 2012/08/05. 2-bab-212.pdf
4.      http://www.ilab.gunadarma.ac.id/modul/
Modul Akuntansi Manajemen.pdf.

3 komentar: